Filipina Tidak Berencana Tambah Akses AS ke Pangkalan Militernya

AS memiliki akses di sembilan pangkalan

Jakarta, IDN Times - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan tidak berencana memberi Amerika Serikat (AS) akses terhadap lebih banyak pangkalan militer di negaranya pada Senin (15/4/2024). Saat ini, pasukan AS memiliki akses terhadap sembilan pangkalan.

Kehadiran tentara AS di Filipina untuk memperkuat pertahanan, terutama di Laut China Selatan. Perairan tersebut merupakan wilayah yang diperebutkan China dan Filipina dan sering terjadi konflik.

Baca Juga: China Kecam Kemitraan Trilateral Baru AS-Jepang-Filipina

1. Pangkalan untuk AS dekat dengan tempat konflik

Filipina Tidak Berencana Tambah Akses AS ke Pangkalan MiliternyaBendera Amerika Serikat. (Unsplash.com/Paul Weaver)

Dilansir Reuters, pada tahun lalu, AS dan Filipina mencapai kesepakatan pangkalan yang dapat diakses dari empat menjadi sembilan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA). Tiga dari empat lokasi menghadap ke utara menuju Taiwan dan satu lagi di dekat Kepulauan Spratly, yang sering terjadi konflik antara China dan Filipina.

Marcos dalam sebuah forum menegaskan negaranya tidak akan mengizinkan AS mengakses lebih banyak pangkalan.

“Filipina tidak berencana membangun pangkalan lagi atau memberikan akses ke pangkalan lain,” katanya.

Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden menjadi tuan rumah bagi Marcos dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Washington dalam pertemuan puncak tiga pihak yang pertama. Biden telah meminta Kongres memberikan tambahan 128 juta dolar AS (Rp2 triliun) untuk proyek infrastruktur di sembilan lokasi EDCA.

Pemimpin ketiga negara itu menyatakan keprihatinan serius terkait tindakan China yang dianggap agresif di perairan tersebut.

Marcos mengatakan kerja sama ketiga negara tidak ditujukan kepada siapa pun atau terhadap siapa pun, tapi hanya sekedar memperkuat hubungan di antara mereka.

2. Pasukan AS untuk merespons tindakan agresif China

Filipina Tidak Berencana Tambah Akses AS ke Pangkalan MiliternyaIlustrasi tentara. (Unsplash.com/Simon Infanger)

Dilansir Associated Press, Marcos mengatakan kehadiran pasukan AS di negaranya sebagai respons terhadap tindakan agresif China di perairan Laut China Selatan.

“Ini adalah reaksi terhadap apa yang terjadi di Laut China Selatan, terhadap tindakan agresif yang harus kami hadapi,” ujarnya.

Presiden mengatakan kapal penjaga pantai China menggunakan meriam air dan laser untuk menghalangi kapal-kapal Filipina memasuki wilayah yang diklaim sebagai wilayahnya. Dia juga menyebutkan tabrakan, pemblokiran terhadap nelayan Filipina, dan penghalang laut untuk memblokir kapal-kapal dari Scarborough Shoal, yang terletak di zona ekonominya.

Di bawah pemerintahannya, Filipina mengadopsi strategi untuk mempublikasikan perselisihan dengan mengizinkan jurnalis menaiki kapal patrolinya.

“Sangat penting bagi media untuk terus mengekspos tindakan-tindakan yang tidak hanya mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan namun juga merusak tatanan berbasis aturan yang telah mendukung pembangunan dan kemakmuran global selama satu abad sebelumnya."

China menyalahkan Filipina atas perselisihan, yang dianggap menyusup ke perairan teritorialnya dan mengingkari perjanjian untuk menarik kapal angkatan lautnya yang berfungsi sebagai pos teritorial di Second Thomas Shoal yang disengketakan. Namun, Marcos  mengatakan tidak mengetahui adanya kesepakatan dan jika ada perjanjian dibatalkan.

Baca Juga: AS Janji Lindungi Jepang-Filipina dari Ancaman China

3. Eksplorasi minyak dan gas terganggu

Filipina Tidak Berencana Tambah Akses AS ke Pangkalan MiliternyaIlustrasi kilang minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Perselisihan yang semakin mendalam mempersulit Filipina untuk mengeksplorasi minyak dan gas di Laut China Selatan, meskipun ada kesepakatan di antara mereka untuk melanjutkan pembicaraan mengenai eksplorasi bersama.

“Ketika kami mengatakan ingin melakukan eksplorasi, mereka bersikeras bahwa wilayah tersebut berada di wilayah China dan oleh karena itu hukum China harus ditegakkan. Kami tentu saja tidak terima hal itu. Kami mengatakan ini adalah wilayah Filipina, dan oleh karena itu hukum Filipina harus ditegakkan," kata Marcos.

"Saya rasa kita belum memiliki kesepakatan yang tepat dan itu tergantung pada permasalahannya, hukum mana yang harus diterapkan."

Tahun lalu, Presiden China Xi Jinping mengatakan bersedia melanjutkan pembicaraan dengan Filipina mengenai potensi eksplorasi minyak dan gas bersama.

Baca Juga: Iran Serang Israel, China: Tenang dan Tahan Diri

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya