Perangi Pemberontak, Afrika Tengah Umumkan Keadaan Darurat

Hasil pemilu presiden ditentang

Bangui, IDN Times - Kekerasan bersenjata terus meningkat di Republik Afrika Tengah, yang berlangsung sebelum pemilu presiden hingga pengumuman hasil pemilu dan telah semakin mengkhawatirkan. Karena hal tersebut pemerintah menerapkan keadaan darurat negara mulai dari 21 Januari sampai 4 Februari.

Untuk mengatasi konflik bersenjata di Afrika Tengah perwakilan PBB untuk negara tersebut menyerukan perlunya penambahan pasukan.

1. Darurat selama 15 hari

Perangi Pemberontak, Afrika Tengah Umumkan Keadaan DaruratKota Bangassou telah berada di bawah kendali penuh pasukan perdamaian dari Maroko dan Rwanda. Sumber:twitter.com/MINUSCA

Pada hari Kamis, 21 Januari pemerintah Afrika Selatan mengumunkan keadaan darurat negara selama 15, yang berlaku mulai dari 21 Januari hingga 4 Februari. Melansir dari Reuters, juru bicara pemerintah Albert Yaloke menyampaikan dalam keadaan darurat akan memungkinkan pihak militer untuk melakukan penangkapan tanpa melalui jaksa.

Keputusan darurat diambil untuk mengatasi kelompok milisi di Afrika tengah yang menentang hasil pemilihan presiden pada 27 Desember, yang kembali memenangkan Presiden Faustin Archange Touadera dan hasil telah disahkan oleh mahkamah konstitusi pada hari Senin, namun dua dari tiga penduduk yang berhak memberikan hak suara tidak mengikuti pemilu. Mereka tidak memilih karena merasa tidak aman untuk pergi menyalurkan hak suara.

Melansir dari Africa News, enam kelompok bersenjata telah melakukan serangan sporadis di kota-kota yang jauh dari ibu kota dan di jalan raya RN3, yang merupakan jalur penting yang menghubungkan kota Bangui dengan negara tetangga, Kamerun.

2. Banyak wilayah Afrika Tengah yang dikuasai kelompok milisi

Perangi Pemberontak, Afrika Tengah Umumkan Keadaan DaruratIlustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)

Melansir dari TRT World, sejak mantan presiden Bozize digulingkan pada tahun 2013 Afrika Tengah kerap mengalami konflik berkepanjangan. Saat ini Pemerintah Presiden Touadera hanya mengontrol sekitar sepertiga dari wilayah Afrika Tengah, di mana sisa dua pertiga wilayah negara dikuasai oleh kelompok milisi yang muncul sejak konflik di 2013.

Kelompok milisi yang mengklaim mewakili etnis atau kelompok yang saat ini menguasai banyak wilayah telah membuat pemerintah saat ini tidak berwibawa dan kurang memiliki kendali. Afrika Tengah merupakan negara yang kaya akan mineral, namun tetap kesulitan karena konflik dan menyebabkan kemiskinan.

Mantan presiden Afrika Tengah, yaitu Francois Bozize yang ingin mengikuti pemilu, tapi dilarang dan kini telah dituduh bekerja sama dengan kelompok milisi untuk menggulingkan pemerintahan pada pemilu bulan lalu. Karena tuduhan tersebut jaksa telah melakukan penyelidikan terhadapnya. Ia telah menyangkal ikut berperan dalam serangan kelompok milisi.

Sejak serangan dilancarkan kelompok milisi di bulan lalu telah ada tujuh pasukan perdamaian PBB yang tewas.

Vladimir Monteiro, juru bicara PBB untuk Afrika Tengah, yang dikenal sebagai Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi di Republik Afrika Tengah (MINUSCA) menyampaikan bawa serangan yang dilakukan kelompok milisi telah membahayakan pasokan makanan, obat-obatan, dan sumber daya untuk layanan seperti rumah sakit.

Pada 13 Januari, pemberontak melancarkan dua serangan serentak di Bangui untungnya serangan berhasil diatasi ditolak oleh pasukan MINUSCA, yang telah hadir di negara itu sejak 2014. "Sejak serangan tanggal 13, belum ada serangan lain, hanya insiden yang terkait dengan jam malam," kata letnan kolonel Abdoulaziz Fall, salah satu juru bicara MINUSCA.

Konflik telah membuat rakyat Afrika Tengah semakin kesulitan untuk hidup konflik telah menimbulkan berbagai dampak salah satunya saat ini harga beberapa bahan pokok telah naik setidaknya hingga 50 persen di beberapa tempat.

Baca Juga: PBB Berhasil Ambil Alih Kota di Afrika Tengah dari Pemberontak

3. Butuh tambahan pasukan perdamaian

Perangi Pemberontak, Afrika Tengah Umumkan Keadaan DaruratPasukan MINUSCA di Afrika Tengah butuh lebih banyak tambahan pasukan untuk melawan kelompok milisi. Sumber:twitter.com/MINUSCA

Melansir dari Africa News, Mankeur Ndiaye yang merupakan utusan PBB untuk Afrika Tengah dalam konferensi video Dewan yang diselenggarakan oleh anggota Afrika setelah ada permintaan dari pemerintah, ia menyampaikan permintaan kepada Dewan Keamanan untuk meningkatkan pasukan dalam misi penjaga perdamaian setelah meningkatkanya serangan baru-baru ini. Ia juga mengatakan bahwa saat ini pasukan negara tersebut telah mengalami desersi serius dan membutuhkan perubahan.

Afrika Tengah yang sering mengalami kekerasan bersenjata saat ini membutuhkan bantuan pasukan untuk memerangi kelompok milisi. Saat ini di Afrika Tengah ada sekiatar 12.000 pasukan MINUSCA dari berbagai negara dan merupakan salah satu operasi PBB terbesar di dunia.

Sebuah sumber yang memahami masalah yang sedang terjadi di Afrika Tengah menyebutkan bahwa MINUSCA menginginkan 3.000 tambahan pasukan dan ditambah drone, helikopter tempur dan bahkan meminta pasukan khusus.

300 pasukan dari Rwanda juga telah diminta untuk melanjutkan misi perdamaian.

Konflik yang terjadi akibat koalisi bersenjata yang meminta presiden untuk mengundurkan diri telah mengakibatkan setidaknya 100.000 orang meninggalkan rumah mereka.

Baca Juga: PBB Berhasil Ambil Alih Kota di Afrika Tengah dari Pemberontak

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya