Perdana Menteri Moldova Resign saat Negaranya Sedang Krisis

Moldova mengalami dampak perang di Ukraina

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Moldova, Natalia Gavrilita, mengundurkan diri pada Jumat (10/2/2023) setelah 18 bulan menjabat. Pemerintahan Gavrilita telah menghadapi berbagai gejolak ekonomi dan politik yang disebabkan oleh perang Rusia dengan Ukraina.

Gavrilita menjadi perdana menteri pada Agustus 2021 setelah Partai Aksi dan Solidaritas (PAS) Presiden Maia Sandu, yang pro-Eropa, meraih kemenangan telak dalam pemilu. Sebelum memimpin, Gavrilita pernah menjabat sebagai menteri keuangan dari Juni 2019 hingga November 2019, ketika Sandu masih menjadi perdana menteri.

1. Pemerintah menghadapi krisis energi

Perdana Menteri Moldova Resign saat Negaranya Sedang KrisisPerdana Menteri Moldova Natalia Gavrilita. (Twitter.com/Natalia Gavrilita)

Saat mengundurkan diri, Gavrilita mengatakan bahwa ketika pemerintahannya terpilih pada 2021, tidak ada yang menyangka akan menangani banyak krisis imbas perang Rusia-Ukraina. 

"Saya mengambil alih pemerintahan dengan mandat anti-korupsi, pro-pembangunan dan pro-Eropa pada saat skema korupsi telah menangkap semua institusi dan oligarki merasa tak tersentuh. Kami langsung dihadapkan pada pemerasan energi, dan mereka yang melakukan ini berharap kami menyerah," kata Gavrilita, mengacu pada Kremlin.

Moldova sangat dekat dengan wilayah perang, yang berbagi perbatasan sepanjang 1.222 km dengan Ukraina. Perang itu membuat Moldova menghadapi inflasi, harga energi yang tinggi, masuknya pengungsi, dan ancaman agresi dari Rusia.

Krisis energi dipicu tahun lalu ketika Rusia tiba-tiba mengurangi pasokan gasnya ke Moldova, yang semua kebutuhan gasnya bergantung pada Rusia. Hal itu telah memicu inflasi meroket dan ada keresahan publik atas biaya energi yang tinggi.

Presiden Sandu telah berterima kasih kepada Gavrilita atas pengorbanan dan upayanya yang sangat besar memimpin negara di saat begitu banyak krisis. 

"Kami memiliki stabilitas, perdamaian dan pembangunan, di mana yang lain menginginkan perang dan kebangkrutan," kata Sandu, dilansir BBC. 

Baca Juga: Zelenskyy Tuduh Rusia Ingin Rusak Stabilitas Moldova

2. Pengganti yang dipilih presiden

Perdana Menteri Moldova Resign saat Negaranya Sedang KrisisPresiden Moldova Maia Sandu. (Twitter.com/Maia Sandu)

Melansir Associated Press, Sandu telah menunjuk Dorin Recean, penasihat pertahanan dan keamanannya, sebagai perdana menteri. Sandu mengatakan bahwa anggota PAS setuju dengan penunjukkan Recean.

Recean merupakan ekonom pro-Barat, yang menjabat sebagai menteri dalam negeri pada 2012-2015. Dia memiliki waktu 15 hari membentuk pemerintahan baru untuk diajukan ke Parlemen dalam pemungutan suara. PAS memiliki mayoritas di parlemen.

“Saya tahu bahwa kami membutuhkan persatuan dan kerja keras untuk melewati masa sulit yang kami hadapi. Kesulitan tahun 2022 menunda beberapa rencana kami, tetapi itu tidak menghentikan kami,” kata Sandu, menambahkan bahwa pada 2023 dia ingin fokus pada pembenahan di bidang-bidang utama seperti sektor ekonomi dan keadilan.

Recean berujar akan segera membentuk pemerintahan baru dan fokus utamanya adalah memperkenalkan ketertiban dan disiplin di lembaga-lembaga Moldova, menghidupkan kembali ekonomi, dan memastikan perdamaian dan stabilitas.

3. Rusia dituduh berusaha menghancurkan Moldova

Perdana Menteri Moldova Resign saat Negaranya Sedang KrisisBendera Rusia. (PIxabay.com/IGORN)

Pengumuman Gavrilita hanya beberapa jam setelah rudal Rusia terbang di atas wilayah udara Moldova. Ketika awal perang, ada kekhawatiran konflik akan meluas ke Moldova, atau Rusia juga akan menginvasinya.

Kekhawatiran itu telah surut, tapi Moldova semakin dekat dengan mitra Baratnya, dan pada Juni tahun lalu diberikan status kandidat Uni Eropa (UE).

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, sempat memperingatkan peringatan bahwa Rusia berencana untuk menghancurkan Moldova. Hal itu disampaikannya menurut penyelidikan intelijen Ukraina.

"Dokumen-dokumen ini menunjukkan siapa, kapan dan bagaimana Rusia akan menghancurkan demokrasi Moldova dan membangun kendali. Saya segera memperingatkan Moldova tentang ancaman ini," katanya.

Badan intelijen Moldova kemudian mengatakan, mereka juga telah mengidentifikasi adanya aktivitas subversif, yang bertujuan untuk destabilisasi dan melanggar ketertiban umum Moldova.

Vedant Patel, wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, mengatakan bahwa Rusia selama bertahun-tahun mendukung kampanye pengaruh dan destabilisasi di Moldova, yang sering kali melibatkan korupsi persenjataan untuk memajukan tujuannya.

Ada juga ketegangan baru di Transnistria, wilayah yang medeklarasikan diri berpisah dengan Moldova. Wilayah itu dikendalikan oleh separatis pro-Rusia yang membentang di sepanjang perbatasan Moldova dengan Ukraina, dan di mana sekitar 1.500 tentara Rusia ditempatkan.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh Barat berusaha membuat Moldova melawan Rusia, seperti yang dia klaim telah dilakukan dengan Ukraina.

Baca Juga: Selama Invasi di Ukraina, Setengah dari Seluruh Tank Rusia Hilang

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya