Presiden, Perdana Menteri, dan Menhan Mali Ditahan Militer

Sejak kudeta Mali sedang menyelesaikan reformasi 

Bamako, IDN Times - Tiga pejabat tinggi pemerintahan sementara Mali ditahan oleh pihak militer pada hari Senin (24/5/2021), waktu setempat setelah perombakan kabinet. Ketiga pejabat itu adalah Presiden Bah Ndaw, Perdana Menteri Moctar Ouane, dan menteri pertahanan Souleymane Doucoure. Ketiganya dibawa ke pangkalan militer di Kati di luar ibu kota Bamako.

Tindakan militer ini memperdalam kekacauan politik di Mali setelah kudeta militer menggulingkan presiden sebelumnya. Selain itu negara di Afrika ini juga harus menghadapi kelompok teroris yang ingin menguasai Mali.

1. Toko-tokoh militer mempertahankan jabatan kunci di pemerintahan

Melansir dari France 24, penahanan oleh militer dilakukan setelah beberapa jam kabinet baru pemerintah Mali diumumkan. Kabinet baru ini terdiri dari 25 menteri dan pihak militer mempertahankan portofolio strategis yang mereka miliki selama pemerintahan sebelumnya.

Namun, dua anggota junta militer yang ikut menggulingkan Presiden Ibrahim Boubacar Keita, mantan menteri pertahanan Sadio Camara dan mantan menteri keamanan Kolonel Modibo Kone dicopot dari jabatannya.

Pada Bulan April 2021, otoritas sementara mengumumkan bahwa Mali akan mengadakan referendum konstitusional pada 31 Oktober 2021, kemudian akan melaksanakan pemilu pada Februari 2022.

2. Kudeta Agustus 2021

Baca Juga: Diculik di Mali, Wartawan Prancis Minta Bantuan

Melansir dari Al Jazeera, militer pada 18 agustus 2020 menggulingkan pemerintahan Presiden Keita setelah berminggu-minggu protes terhadap dugaan korupsi pemerintah dan penanganan pemberontakan bersenjata di wilayah utara Mali.

Kudeta itu membuat pemerintah Mali terancam sanksi internasional, yang membuat militer kemudian menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sementara dan berjanji untuk mereformasi konstitusi dan mengadakan pemilihan umum dalam waktu 18 bulan.

Mereka yang melakukan kudeta setelahnya dan memiliki hubungan dengam militer kemudian memperoleh jabatan penting dalam pemerintahan sementara. Pemimpin kudeta Assimi Goita saat ini menjabat sebagai wakil presiden sementara, dia merupakan petinggi militer, presiden sementara, Bah Ndaw merupakan seorang pensiunan perwira militer.

Janji menyelesaikan reformasi dalam waktu 18 bulan telah menimbulkan banyak keraguan, apakah pemerintah yang didominasi militer memiliki kemauan, atau kemampuan, untuk mengadakan pemilihan pada skala waktu yang ditentukan.

Pangkalan militer Kati, yang saat ini menahan Ndaw, Ouane, dan Doucoure ini dikenal karena mengakhiri kekuasaan para pemimpin Mali. Militer pernah ikut membantu menggulingkan kepemimpinan Amadou Toumani Toure pada tahun 2012.

3. Ketidakstabilan politik di Mali

Presiden, Perdana Menteri, dan Menhan Mali Ditahan MiliterPresiden Bah Ndaw pada 17 Mei 2021 meninggalkan Bamako pergi ke Paris, yang ikut mengambil bagian, Selasa ini, 18 Mei, dalam KTT tentang pembiayaan ekonomi Afrika. (Twitte.com/Presidence Mali)

Melansir dari Reuters, kudeta militer tahun lalu dan penanahan pejabat tinggi oleh Militer pada 24 Mei 2021 semakin membuat Mali dalam ketidakstabilan politik, dengan guncangan politik saat ini Mali akan sulit menghadapi kelompok-kelompok teroris yang kejam yang terkait dengan Al-Qaidah dan ISIS. Mali terus bergejolak sejak Troure diturunkan pada 2012. Dicopotnya Toure secara paksa memicu pemberontakan etnis Tuareg untuk merebut dua pertiga bagian utara negara itu, yang dibajak oleh oleh kelompok yang terkait Al-Qaeda.

Pasukan Prancis membantu mengatasi pemberontak pada tahun 2013, tetapi sejak itu mereka berkumpul kembali dan melakukan serangan rutin terhadap tentara dan warga sipil. Mereka telah mengekspor metode mereka ke negara tetangga, Burkina Faso dan Niger, tempat serangan meroket sejak 2017.

Misi PBB di Mali telah menyerukan pembebasan agar militer segera membebaskan penahanan. Delegasi dari badan pembuat keputusan regional, ECOWAS, pada hari Selasa (25/5/2021) akan mengunjungi Bamako untuk membantu menyelesaikan "percobaan kudeta". ECOWAS, PBB, Uni Afrika, Uni Eropa, dan beberapa negara Eropa mengatakan dalam pernyataan bersama mengatakan. "Komunitas internasional sebelumnya menolak setiap tindakan yang dipaksakan dengan paksaan, termasuk pengunduran diri secara paksa." 

Seorang mantan pejabat senior yang dimintai keterangannya oleh Reuters, menyampaikan bahwa pencopotan mereka yang berperan dalam kudeta tahun lalu merupakan kesalahan yang sangat besar. 

Baca Juga: PBB Tuntut Prancis Bertanggung Jawab atas Serangan Udara di Mali

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya