Ratusan Warga Niger Demo Minta Pasukan AS Segera Pergi!

Niger telah mengakhiri perjanjian militer dengan AS

Jakarta, IDN Times - Ribuan warga di Niamey, ibu kota Niger, mengadakan unjuk rasa menuntut kepergian pasukan Amerika Serikat (AS). Junta telah mengakhiri perjanjian militer dengan AS, tapi belum mengetahui kapan pasukan akan pergi.

Pada tahun lalu, protes serupa dilakukan untuk menuntut Prancis mengakhiri kehadiran tentaranya. Setelah kudeta pada Juli 2023, junta meminta Prancis menarik pasukannya, yang selesai dilakukan pada akhir tahun. Pemerintah militer memilih untuk menjalin kerja sama dengan Rusia.

1. Niger dan tetangganya bentuk kekuatan gabungan

Dilansir France 24, demonstrasi tersebut diikuti oleh mahasiswa dan beberapa tokoh rezim militer. Mereka berada di depan gedung Majelis Nasional. Massa meneriakkan "Hancurkan imperialisme Amerika" dan "Pembebasan rakyat sedang berjalan". 

“Mereka mengatakan bahwa mereka (orang Amerika) akan pergi, jadi biarkan mereka pergi dengan damai dan secepatnya,” teriak Sheikh Ahmadou Mamoudou, seorang pemimpin agama terkenal, pada Sabtu (13/4/2024).  

Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Burkina Faso, Mali, Niger, dan Rusia. Penyelenggara meminta para demonstran untuk menahan diri dari slogan-slogan yang menghina AS atau membakar benderanya. 

Pada Maret, Niger bergabung dengan Mali dan Burkina Faso untuk membentuk kekuatan gabungan guna memerangi pemberontak yang telah lama berkecamuk di ketiga negara tersebut. Negara tersebut juga keluar dari blok politik dan ekonomi regional ECOWAS.

Baca Juga: Junta Militer Mali Tangguhkan Seluruh Aktivitas Partai Politik

2. Kedatangan militer Rusia

Ratusan Warga Niger Demo Minta Pasukan AS Segera Pergi!Bendera Rusia. (Pixabay.com/betexion)

Dilansir Reuters, demonstrasi terjadi setelah kedatangan instruktur militer Rusia pada Rabu. Kedatangan itu merupakan bukti lebih lanjut dari keterbukaan junta untuk kerja sama yang lebih erat dengan Rusia, yang berupaya meningkatkan pengaruhnya di Afrika.

Pada Jumat, warga mengatakan tidak ingin bantuan pertahanan Rusia yang diterima menyebabkan kehadiran permanen.

“Kita tidak boleh melihat penerapan pangkalan militer asing di Rusia,” kata Abdoulaye Seydou, koordinator koalisi kelompok masyarakat sipil M62 yang memimpin protes anti-Prancis tahun lalu.

"Beginilah cara Prancis, Amerika, dan semua negara lain menetap di Niger. Dari kerja sama militer, mereka akhirnya menduduki sebagian besar negara kami," ujar Souleymane Ousmane, seorang mahasiswa.

3. Perjanjian dengan AS dianggap pemaksaan

Ratusan Warga Niger Demo Minta Pasukan AS Segera Pergi!Bendera Amerika Serikat. (Unsplash.com/Cristina Glebova)

Niger mengakhiri perjajanjian militer dengan AS pada Maret, yang mengizinkan sekitar 1.000 personel militer beroperasi di wilayah tersebut. Kesekapatan pada 2012 itu disebut dipaksakan secara sepihak oleh AS.

Jenderal penting AS menyarankan, setidaknya ada beberapa dukungan dari dalam junta untuk kelanjutan kehadiran militer, meskipun telah mengumumkan pencabutan perjanjian.

Salah satu program AS di negara tersebut adalah pangkalan drone yang dikenal sebagai Pangkalan Udara 201, yang menghabiskan biaya lebih dari 100 juta dolar AS (Rp1,6 triliun).

Kelompok pemantau krisis ACLED yang berbasis di AS mengatakan, kekerasan di Sahel tengah mencapai titik tertinggi pada 2023, dengan angka kematian akibat konflik di wilayah tersebut meningkat sebesar 38 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Organisasi tersebut menyampaikan lebih dari 8 ribu orang terbunuh di Burkina Faso pada tahun lalu.

Baca Juga: Teroris Eksekusi 170 Warga Desa di Burkina Faso

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya