Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_0506.jpeg
Menlu Sugiono dalam kegiatan UNRWA di sela UNGA . (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Intinya sih...

  • Menlu RI Sugiono menegaskan pentingnya dukungan politik untuk memperbarui mandat UNRWA.

  • Keberadaan UNRWA sangat nyata bagi jutaan pengungsi Palestina yang menggantungkan hidup pada lembaga ini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

New York, IDN Times - Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu negara yang paling konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina. Hal ini ditegaskan Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, dalam pertemuan tingkat menteri di sela Sidang Majelis Umum PBB (UNGA) ke-80 di New York.

Pertemuan tersebut khusus membahas dukungan terhadap United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) yang saat ini menghadapi tekanan politik dan krisis pendanaan. Forum ini di-co-host oleh Yordania, Spanyol, dan Brasil, sementara Indonesia turut menjadi co-sponsor.

Sugiono menekankan, UNRWA tidak hanya penting bagi jutaan pengungsi Palestina, tetapi juga menyangkut kredibilitas multilateralisme. Menurutnya, upaya melemahkan atau bahkan membubarkan UNRWA sama dengan mengikis fondasi solidaritas internasional yang dibangun lewat PBB.

Namun, di tengah upaya mempertahankan mandatnya, UNRWA kini menghadapi tantangan paling berat sepanjang sejarahnya. Mulai dari tekanan Israel yang menghalangi aktivitas, hingga ancaman penutupan layanan akibat minimnya dana, lembaga ini berada pada persimpangan jalan yang menentukan.

1. Dukungan politik untuk pertahankan mandat UNRWA

Menlu Sugiono dalam kegiatan UNRWA di sela UNGA . (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Dalam pidatonya, Sugiono menegaskan, dukungan politik untuk UNRWA tidak bisa dinegosiasikan.

“Dukungan politik untuk UNRWA bukanlah opsional, tetapi esensial, khususnya untuk memperbarui mandatnya,” ujarnya.

Ia menilai, keberadaan UNRWA sangat terlihat nyata bagi jutaan pengungsi Palestina yang menggantungkan hidup pada lembaga ini. Karena itu, menjaga keberlanjutan mandat UNRWA berarti menjaga hak-hak dasar rakyat Palestina.

Indonesia juga mengingatkan pentingnya inisiatif reformasi PBB dalam kerangka UN80 Initiative, khususnya Workstream 3 yang tengah membahas evolusi struktur Sekretariat PBB. Sugiono menekankan proses ini tidak boleh mengurangi mandat UNRWA.

“UNRWA harus tetap menjadi penjaga hak-hak pengungsi Palestina,” tegasnya.

Indonesia menilai setiap upaya reformasi tidak boleh mengorbankan peran vital lembaga ini dalam arsitektur multilateralisme.

2. UNRWA hadapi tekanan Israel dan krisis keuangan

Menlu Sugiono dalam kegiatan UNRWA di sela UNGA . (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

UNRWA semakin sulit menjalankan mandatnya akibat berbagai tekanan politik, terutama dari Israel. Pemerintah Israel bahkan mengakhiri perjanjian 1967 yang sebelumnya memberi hak istimewa dan kekebalan bagi staf UNRWA. Keputusan ini membuat ruang gerak lembaga semakin terbatas di wilayah pendudukan Palestina.

Selain itu, aktivitas UNRWA juga kerap dilarang di beberapa area yang paling membutuhkan kehadirannya. Langkah ini dinilai sebagai bagian dari upaya untuk melemahkan bahkan mendelegitimasi lembaga yang sudah puluhan tahun bekerja mendampingi pengungsi Palestina.

Di sisi keuangan, UNRWA menghadapi penurunan drastis dukungan pendanaan setelah sejumlah negara menarik kontribusinya. Padahal, 100 persen dana operasional UNRWA berasal dari kontribusi sukarela negara anggota dan mitra.

Situasi ini membuat operasional lembaga berada di titik kritis. Menurut proyeksi, UNRWA hanya mampu berjalan normal hingga akhir September 2025. Bahkan, mulai November, lembaga ini diperkirakan hanya bisa beroperasi dua hari dalam sepekan, menimbulkan ancaman serius bagi kelangsungan hidup jutaan pengungsi.

3. Komitmen konkret Indonesia melalui pemerintah dan BAZNAS

Menlu Sugiono dalam kegiatan UNRWA di sela UNGA . (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Indonesia menegaskan komitmennya tidak hanya dalam bentuk dukungan politik, tetapi juga kontribusi nyata di lapangan. Sejak 2024, Indonesia meningkatkan kontribusi finansial, baik melalui bantuan darurat (flash appeal), peningkatan kontribusi sukarela, maupun lewat kerja sama antara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan UNRWA.

Sugiono menegaskan, pendanaan yang berkelanjutan dan dapat diprediksi adalah urat nadi operasional UNRWA. Tanpa kepastian dana, lembaga ini akan kesulitan mempertahankan pelayanan dasar untuk para pengungsi.

“Indonesia tetap berkomitmen mendukung UNRWA, baik melalui pemerintah maupun saluran inovatif lainnya, termasuk BAZNAS,” kata Sugiono.

Ia menyebut, dukungan ini bukan hanya soal solidaritas, tapi juga tanggung jawab moral terhadap kemanusiaan.

Dengan sikap konsisten tersebut, Indonesia berharap semakin banyak negara internasional yang mengambil langkah serupa. Dukungan kolektif, baik politik maupun finansial, diyakini sebagai kunci untuk memastikan keberlangsungan UNRWA dan melindungi hak-hak pengungsi Palestina.

Editorial Team