Suasana di sekitar wilayah London, Inggris. (Sumber: pixabay.com/KaiPilger)
Inggris saat ini sedang berada dalam cengkeraman krisis biaya hidup terburuk dalam beberapa dekade. Inflasi berada pada level tertinggi dalam 41 tahun terakhir dan tagihan makanan serta energi meroket dalam beberapa bulan terakhir. Jutaan warga sekitar juga berjuang untuk mengatasinya.
Dengan latar belakang yang suram inilah para pekerja, termasuk perawat, guru, staf pasukan perbatasan, dan pekerja transportasi telah memutuskan untuk mengambil tindakan. Untuk profesi perawat merupakan yang pertama kalinya dalam 106 tahun sejarah serikat pekerja mereka melakukan pemogokan. Setelah bertahun-tahun lamanya nilai gaji stagnan dan tekanan gaji semakin meningkat, mereka mengatakan bahwa mereka tidak punya banyak pilihan.
Hak mogok merupakan landasan demokrasi yang berfungsi dan hak fundamental, misalnya di bawah Piagam Sosial Eropa. Hak ini juga memberikan suara kepada pekerja dan memungkinkan mereka menunjukkan solidaritas. Secara lebih luas, protes damai dan hak untuk bebas berkumpul memungkinkan individu untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang berkuasa, sesuatu yang tampaknya akan menjadi sebuah batu sandungan bagi pemerintah Inggris.
Terlepas dari ini juga, RUU Ketertiban Umum yang diklaim banyak kontroversial, justru untuk mengkriminalisasi banyak para demonstran. Sebelumnya, Undang-Undang Polisi, Kejahatan, Hukuman, dan Pengadilan, yang disahkan pada April 2022 lalu, memperkenalkan berbagai pelanggaran gangguan publik, menciptakan kekuatan bagi polisi untuk menempatkan kondisi pada protes yang berisik, serta meningkatkan hukuman karena menghalangi jalan raya. Namun, undang-undang tersebut memicu adanya protes luas di tengah kekhawatiran tentang pengaruhnya terhadap kebebasan sipil.