Aparat keamanan memakai masker berjalan melewati patung Bund Financial Bull di The Bund, Shanghai, Tiongkok pada 18 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Persoalan kebenaran data di Tiongkok telah menjadi obyek spekulasi sejak lama. Apalagi pemerintah di Beijing acap kali menjadikan suatu persoalan sebagai bagian dari politik, terutama ketika itu akan berdampak terhadap citra negara di mata dunia internasional. Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence sendiri berharap Tiongkok bisa lebih terbuka.
"Apa yang tampak terbukti sekarang adalah jauh sebelum dunia mengetahui pada Desember bahwa Tiongkok sedang menghadapinya, dan mungkin satu bulan sebelum itu, bahwa wabah memang terjadi di Tiongkok," ujarnya, dalam sebuah wawancara dengan CNN.
Pence merujuk kepada laporan yang dikutip harian South China Morning Post bahwa kasus COVID-19 pertama di Tiongkok kemungkinan besar terjadi pada 17 November 2019. Ketika dilacak ke belakang, sejak tanggal tersebut lalu muncul kasus-kasus berikutnya setiap hari.
Per 15 Desember, ada sebanyak 27 orang yang positif terinfeksi. Lima hari sebelum Natal, jumlahnya menjadi 60 orang.
Sedangkan Deborah Birx, pakar kesehatan dari Departemen Luar Negeri yang kini menjadi penasihat Gedung Putih, mengatakan implikasi dari benar atau tidaknya laporan dari Tiongkok berpengaruh besar terhadap asumsi dunia mengenai sifat virus corona. Jika angkanya di bawah kenyataan, publik juga yang akan merugi.
"Komunitas medis menilai -- menginterpretasikan data Tiongkok sebagai berikut: ini masalah serius, tapi [kasusnya] lebih kecil daripada yang dibayangkan siapa pun," kata Birx. "Sebab saya kira kita mungkin kehilangan jumlah data yang signifikan kini setelah kita melihat yang terjadi di Italia dan di Spanyol."
Kedua negara itu menyalip Tiongkok dan kini berada di belakang Amerika Serikat. Berdasarkan data John Hopkins University, ada lebih dari 115.000 kasus COVID-19 di Italia di mana hampir 14.000 meninggal dunia, sedangkan lebih dari 18.000 dinyatakan sembuh. Di Spanyol, ada lebih dari 112.000 kasus dengan 10.000 kematian dan 26.000 sudah sembuh.