Israel Lobi AS untuk Bantu Pindahkan Warga Gaza, Singgung Indonesia

- Barnea meminta AS membujuk negara lain agar mau menampung warga Palestina. Namun, AS tidak memberikan komitmen jelas atas proposal tersebut.
- Netanyahu membela rencana pemindahan sebagai sukarela, namun dianggap sebagai upaya pembersihan etnis oleh ahli hukum dan organisasi hak asasi manusia internasional.
- Israel mengklaim bahwa Indonesia, Ethiopia, dan Libya telah menunjukkan keterbukaan untuk menerima warga Palestina, namun belum ada tanggapan resmi dari pemerintah ketiga negara.
Jakarta, IDN Times – Kepala badan intelijen Israel, Mossad, David Barnea, mengunjungi Washington pekan ini untuk melobi pemerintah Amerika Serikat (AS). Ia datang untuk meminta dukungan atas rencana pemindahan ratusan ribu warga Palestina dari Jalur Gaza.
Dalam lobi itu, Israel mengklaim telah mendekati Indonesia, Ethiopia, dan Libya sebagai calon negara penerima. Kunjungan Barnea ini menindaklanjuti pembicaraan antara PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump pekan lalu, dilansir Axios pada Sabtu (19/7/2025)
1. Israel minta AS bujuk negara lain agar terima warga Gaza
Barnea bertemu utusan AS, Steve Witkoff, untuk menyampaikan proposal Israel. Ia meminta bantuan AS agar membujuk negara-negara tersebut agar mau menampung warga Palestina dari Gaza, dilansir New Arab. Israel juga meminta AS menawarkan imbalan finansial bagi negara-negara yang bersedia menjadi tuan rumah. Bantuan ini diharapkan dapat memuluskan rencana relokasi tersebut.
Namun, Witkoff dilaporkan tidak memberikan komitmen yang jelas atas proposal tersebut. Sikap Gedung Putih terhadap ide semacam ini disebut telah mendingin. Minat AS menurun setelah rencana serupa sebelumnya ditolak oleh negara-negara Arab. Washington telah menyarankan Israel agar mencari sendiri negara yang mau menerima warga Gaza.
2. Dalih pemindahan sukarela yang kontroversial
Pemerintah Israel selalu membela gagasan tersebut sebagai pemindahan yang bersifat sukarela. Netanyahu berdalih rencana ini akan memberikan warga Gaza kebebasan untuk memilih masa depannya.
"Menurut saya Presiden Trump punya visi cemerlang, yaitu pilihan bebas," kata Netanyahu seperti dikutip Axios. Apabila ada yang mau tinggal, mereka bisa tinggal, tapi jika mereka ingin pergi, mereka harus bisa pergi. Gaza semestinya bukan sebuah penjara," ujar Netanyahu.
Narasi tersebut ditentang oleh sejumlah ahli hukum dan organisasi hak asasi manusia internasional. Mereka menyebut rencana pemindahan penduduk di tengah situasi perang sebagai upaya pembersihan etnis.
Skema pemindahan paksa semacam itu juga bisa dianggap kejahatan perang. Meski begitu, Netanyahu tetap bersikeras dengan rencananya dan mengklaim hampir menemukan negara yang bersedia membantu.
3. Israel klaim Indonesia pertimbangkan terima warga Gaza
Israel mengklaim bahwa Indonesia, Ethiopia, dan Libya telah menunjukkan keterbukaan untuk menerima warga Palestina. Namun, pemerintah ketiga negara belum berkomentar apa pun terkait klaim tersebut. Gagasan untuk merelokasi penduduk Gaza dalam skala besar bukanlah hal baru. Sebelumnya, Trump mengusulkan rencana serupa pada Februari lalu untuk mengosongkan dan membangun ulang wilayah tersebut.
Sebuah dokumen intelijen Israel yang bocor pada 2024 juga pernah merekomendasikan opsi pemindahan seluruh penduduk Gaza. Dokumen itu menyarankan relokasi ke sejumlah kota tenda di Semenanjung Sinai, Mesir, dilansir The Cradle.