Dilansir dari BBC, militer Israel menyerang Kota Gaza, Rafah dan Khan Younis pada Selasa dini hari, saat banyak warga Palestina sedang menikmati sahur. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa pengeboman tersebut menewaskan sedikitnya 404 orang, termasuk anak-anak dan perempuan, dan melukai lebih dari 600 lainnya. Gelombang serangan itu meruntuhkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang diterapkan pada Januari 2025.
“Ini benar-benar mengerikan. Beberapa ledakan terjadi berturut-turut hanya dalam kurun waktu beberapa menit," kata Dr. Razan Al-Nahhas, seorang dokter sukarelawan di organisasi Humanity Auxilium di Rumah Sakit Al-Ahli, Kota Gaza.
Hamas menyebut serangan Israel itu sebagai pembatalan gencatan senjata secara sepihak. Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa ia memerintahkan serangan tersebut karena kurangnya kemajuan dalam perundingan untuk memperpanjang gencatan senjata.
Keputusan Tel Aviv untuk menyerang kembali Gaza juga membuat keluarga sandera Israel yang masih ditahan di Gaza berang. Mereka menuding pemerintah telah menyerah untuk memulangkan para sandera.
“Kami terkejut, marah, dan ketakutan atas pembatalan secara sengaja terhadap proses pemulangan orang-orang tercinta kami dari penawanan mengerikan oleh Hamas,” kata Forum Sandera dan Keluarga Hilang dalam sebuah pernyataan di X