Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi operasi pencarian di laut (unsplash.com/Jametlene Reskp)
ilustrasi operasi pencarian di laut (unsplash.com/Jametlene Reskp)

Intinya sih...

  • Lebih dari 1.000 migran tewas di Laut Mediterania tengah sepanjang 2025

  • Otoritas Libya dituduh lakukan kekerasan dan penyiksaan terhadap para migran

  • Laut Mediterania tengah kerap dilalui migran untuk mencapai Eropa

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), pada Rabu (12/11/2025), melaporkan bahwa sedikitnya 42 migran hilang dan diperkirakan tewas setelah perahu mereka terbalik di lepas pantai Libya pekan lalu.

Menurut keterangan dari korban selamat, perahu karet yang membawa 49 migran itu terbalik pada 3 November, 6 jam setelah berangkat dari kota pesisir barat laut Zuwara, Libya. Pada 8 November, tujuh orang berhasil diselamatkan oleh tim penyelamat Libya setelah 6 hari terombang-ambing di laut.

IOM mengungkapkan bahwa di antara korban tewas terdapat 29 warga Sudan, 8 warga Somalia, 3 warga Kamerun, dan 2 warga Nigeria, dilansir dari Al Arabiya.

1. Lebih dari 1.000 migran tewas di Laut Mediterania tengah sepanjang 2025

Kecelakaan ini menandai upaya penyeberangan mematikan terbaru di Laut Mediterania tengah. Menurut data dari Proyek Migran Hilang IOM, lebih dari 1.000 migran dan pengungsi meninggal dunia di perairan ini saat berusaha mencapai Eropa sepanjang 2025.

"Kecelakaan kapal terbaru ini menunjukkan perlunya kerja sama regional yang lebih kuat, perluasan jalur migrasi yang aman dan teratur, serta operasi pencarian dan penyelamatan yang lebih efektif untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban jiwa,” kata IOM.

2. Otoritas Libya dituduh lakukan kekerasan dan penyiksaan terhadap para migran

Kecelakaan ini juga terjadi di tengah meningkatnya kecaman terhadap tindakan penjaga pantai dan otoritas Libya lainnya, yang selama ini dituduh melakukan kekerasan dan penyiksaan terhadap para migran.

Menurut laporan terbaru dari LSM Sea-Watch, penjaga pantai Libya tercatat melakukan sedikitnya 60 insiden kekerasan di laut antara 2016 hingga September 2025. Tindakan tersebut mencakup penembakan terhadap kapal yang membawa pengungsi dan pencari suaka, meninggalkan orang-orang di laut, dan menghalangi operasi penyelamatan.

Pekan lalu, koalisi yang terdiri dari 13 organisasi pencarian dan penyelamatan asal Eropa menangguhkan kerja sama dengan pusat koordinasi penyelamatan maritim Libya karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Mereka menuding penjaga pantai Libya bukan lembaga resmi yang sah, melainkan jaringan milisi bersenjata terdesentralisasi yang dilengkapi dan dilatih dengan dana Uni Eropa (UE).

3. Laut Mediterania tengah kerap dilalui migran untuk mencapai Eropa

Dilansir dari Al Jazeera, laut Mediterania tengah merupakan jalur tersibuk bagi perjalanan migran tidak berdokumen menuju Eropa. Badan perbatasan UE, Frontex, mencatat ada lebih dari 58 ribu upaya penyeberangan antara Januari hingga Oktober 2025.

Libya, yang menampung sekitar 867.055 pencari suaka dan pengungsi, telah menjadi jalur transit utama bagi mereka yang berusaha mencapai Eropa. Kelompok hak asasi manusia dan badan-badan PBB telah mendokumentasikan berbagai bentuk kekerasan sistematis terhadap pengungsi dan migran di Libya, termasuk penyiksaan, pemerkosaan, dan pemerasan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team