Banyak pihak menuding bahwa lemahnya kinerja pemerintah dalam menghadapi ekspansi geng berkaitan dengan korupsi dan kolusi dengan kelompok bersenjata serta para pendukung finansial mereka. Meski pemerintah membantah tuduhan ini, otoritas Haiti memiliki sejarah panjang korupsi, sementara sistem peradilannya lumpuh di tengah maraknya kekerasan.
“Kami menuntut pemulihan keamanan, kebebasan bergerak, dan kembalinya anak-anak kami ke sekolah. Hancurkan para bandit! Hidup damai dan aman. Jika pihak berwenang kewalahan menghadapi kejadian ini, mereka harus pergi," kata pengunjuk rasa lainnya, dikutip dari Al Jazeera.
Sejak pertengahan Februari 2025, Haiti mengalami peningkatan kekerasan geng. Kelompok kriminal, yang telah menguasai sekitar 85 persen wilayah Port-au-Prince, kini memperluas serangan ke sejumlah daerah yang sebelumnya berada di luar kendali mereka.
Pada Senin (31/3/2025), sejumlah anggota geng menyerbu kantor polisi dan penjara di kota Mirebalais, Haiti tengah, dan membebaskan lebih dari 500 narapidana. Insiden ini memaksa ratusan warga mengungsi dari rumah mereka.
Menurut laporan PBB baru-baru ini, lebih dari 4.200 orang tewas dan 1.356 lainnya terluka di seluruh Haiti dari Juli 2024 hingga Februari 2025.