Presiden Jokowi hadir di acara KTT ASEAN dan Republk Korea (RoK) ke-23 di Kamboja (dok. Sekretariat Presiden)
Indonesia merupakan negara anggota ASEAN yang cukup vokal menyuarakan perdamaian di Myanmar. Salah satunya adalah pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta pada 24 April 2021 yang menyepakati Five Point Consensus (5PC).
Pertemuan ini pun dihadiri oleh komandan junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing. Namun, hingga saat ini, implementasi 5PC belum sepenuhnya terlaksana karena tidak adanya komitmen dari Myanmar sendiri.
Kelima butir 5PC ini adalah penghentian kekerasan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya, lalu melakukan dialog konstruktif di antara semua pihak untuk mencari solusi damai bagi kepentingan rakyat.
Ketiga, Utusan Khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre dan terakhir, utusan khusus serta delegasi terkait akan mengunjungi Myanmar bertemu dengan pihak-pihak Myanmar.
Tak berhenti sampai di situ, tahun ini, tepatnya pada 27 Oktober 2022, Indonesia pun menginisiasi pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN yang bertempat di Sekretariat ASEAN di Jakarta. Pertemuan ini dikhususkan untuk membahas isu konflik Myanmar.
Kala itu, para menlu ASEAN menyampaikan keprihatinan dan kekecewaan terhadap tidak adanya kemajuan signifikan dari pelaksanaan 5PC.
“Alih-alih ada kemajuan, situasi bahkan dikatakan memburuk. Bahasa yang dipakai oleh Chair adalah “deteriorating and worsening.” Dan ini merupakan refleksi dari apa yang disampaikan oleh para Menlu ASEAN,” ujar Retno pada 27 Oktober 2022.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia juga menyampaikan keprihatinan terhadap terus meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah memakan banyak korban masyarakat sipil.
“Kita yakin, hanya dengan engagement dengan semua pihak, maka ASEAN akan dapat menjalankan fungsinya untuk memfasilitasi berlangsungnya dialog. Dan dialog nasional inilah yang diharapkan akan dapat membahas masa depan Myanmar,” tegas Retno.
“Masalah Myanmar hanya akan dapat diselesaikan oleh rakyat Myanmar sendiri. Oleh karena itu dialog di antara mereka menjadi sangat penting artinya. Tugas ASEAN memfasilitasi,” lanjut dia.