Ketegangan Meningkat, Turki dan Yunani Gelar Latihan Militer

Crete, IDN Times - Hubungan Turki dengan Yunani merenggang akibat saling merebutkan hak atas minyak dan gas di Laut Mediterania yang disengketakan dekat pantai Pulau Crete dan Pulau Cyprus.
Dalam mencapai tujuannya, Turki telah mengerahkan kapal peneliti sejak bulan lalu dan memperpanjang masa penelitian hingga 27 Agustus mendatang di Laut Mediterania. Otoritas Turki telah memberikan imbauan kepada kapal lain untuk menghindari area tersebut dan menekankan bahwa Turki akan membalas setiap serangan yang diarahkan ke kapalnya. Yunani merespons perpanjangan tersebut dengan menggelar latihan militer selama 3 hari, dimulai sejak Selasa (25/08) ini.
Dilansir dari The Guardian, ketegangan antar kedua negara anggota NATO ini telah berlangsung sejak bulan lalu. Konflik antar keduanya hampir memuncak ketika Turki mengumumkan penelusuran minyak dan gas selama 10 hari menggunakan kapal peneliti di wilayah sengketa Pulau Aegean Kastellorizo.
Ketegangan dapat diredam oleh Kanselir Jerman Angela Merkel yang berbicara kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan via telepon untuk menghentikan operasi kapal peneliti. Erdogan menuruti permintaan Merkel dan setuju untuk membicarakan isu ini dengan pemerintah Yunani melalui dialog bersama.
1. Memperebutkan minyak di Laut Mediterania

Penemuan ladang gas membuktikan bahwa Laut Mediterania kaya akan sumber daya alam. Walaupun begitu, penemuan ini menimbulkan kompetisi bagi Turki maupun Yunani. Keduanya tidak berhasil mencapai kesepakatan zona ekonomi eksklusif dan saling memperebutkan hak untuk mengebor minyak di perairan tersebut.
Turki pada Minggu (23/08) kemarin mengumumkan bahwa akan memperpanjang penelitian hingga 27 Agustus mendatang. Pemerintah Yunani menganggap keputusan tersebut melanggar hak Yunani di perairan tempat kapal penelitian berdiam dan segera meminta Turki untuk menghentikan aktivitas ilegal tersebut. Turki membalas dengan memberikan argumen bahwa sebuah pulau tidak seharusnya masuk ke dalam perhitungan batas laut sebuah negara.
"Dari skala 1 sampai 10, saya dapat katakan bahwa tensi antar keduanya berada di tingkat 7 sampai 8", ucap Constantinos Filis selaku Profesor Hubungan Internasional Universitas Panteion. Menurutnya, kompetisi ini dapat berubah menjadi konflik paling serius antar kedua negara dalam 25 tahun terakhir. Filis juga menambahkan bahwa penelitian yang dilakukan di daerah sengketa merupakan tindakan ilegal.
2. Dialog dengan pemimpin dunia diadakan untuk meredam ketegangan

Dialog telah dilakukan kedua negara untuk meredam ketegangan. Namun pada bulan Juli lalu, Turki kembali memicu konflik beberapa minggu setelah dialog tersebut dilaksanakan. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas turun tangan untuk membantu penyelesaian masalah dan dijadwalkan mengunjungi Turki maupun Yunani pada Selasa (25/08) ini untuk meredakan ketegangan kedua negara tersebut.
"Dari sudut pandang kami, dialog secara langsung perlu dilakukan untuk mencari solusi dan mengurangi tensi kedua negara. Maka dari itu, Menteri Luar Negeri Jerman akan pergi kesana", jelas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jerman Christofer Burger seperti yang diberitakan CBC News.
Menteri Luar Negeri Uni Eropa juga dijadwalkan untuk membahas krisis di Laut Mediterania dalam pertemuan informal di Berlin di minggu ini. "Kami menganggap ketegangan ini dengan sangat serius, isu ini telah menjadi beban pada hubungan Uni Eropa dengan Turki", jelas Burger. Menurutnya, jika keadaan memburuk, tidak menutup kemungkinan timbulnya konsekuensi yang lebih serius. Hingga saat ini, Jerman selaku Presiden Uni Eropa menolak untuk memberikan sanksi ke Turki sebelum semua usaha diplomatis dilakukan.
3. Prancis berpihak ke Yunani

Walaupun Uni Eropa masih belum menjatuhkan sanksi kepada Turki, Prancis selaku anggota Uni Eropa menyuarakan dukungannya kepada Yunani. Presiden Prancis Emannuel Macron mengatakan bahwa Turki melakukan provokasi dengan mengirimkan kapal peneliti di Laut Mediterania. Bantuan militer berupa fregat, helikopter amfibi, dan 2 pesawat perang dikirimkan Prancis sebagai bentuk bantuan kepada Yunani. Selain Prancis, VOA melaporkan bahwa AS turut mengirimkan angkatan lautnya ke daerah sengketa tersebut.
Di lain sisi, Turki telah menandatangani kesepakatan maritim dengan Libya dan mengambil sebagian zona Yunani. Yunani segera membalas dengan menandatangani kesepakatan serupa dengan Mesir, melintasi zona Turki dengan Libya yang membuat Erdogan marah. "Kami tidak akan pernah menerima dan menoleransi fetakompli. Yunani akan mempertahankan wilayah teritorial, integritas, dan kedaulatannya", ucap Dendias pada Selasa (11/08) lalu sembari memerintahkan Turki untuk meninggalkan daerahnya.