Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Ukraina. (Pixabay.com/jorono)
ilustrasi bendera Ukraina. (Pixabay.com/jorono)

Jakarta, IDN Times - Selama berminggu-minggu, Rusia dituduh merencakan invasi ke Ukraina dengan menumpuk lebih dari 150 ribu pasukan di tiga sisi perbatasan. Moskow awalnya menolak tuduhan tersebut dan mengatakan tidak ingin berperang dengan Ukraina.

Tapi, pada Kamis (24/2/22) pagi, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan operasi militer dengan alasan melindungi etnis Rusia yang teraniaya di Donbas, Ukraina timur. Tentara Ukraina telah berperang sekitar delapan tahun di wilayah itu, bertempur melawan pasukan pemberontak Donetsk dan Luhansk yang didukung Rusia.

Meski Ukraina telah mendapat bantuan pasokan senjata dari Amerika Serikat dan Eropa, tapi harus diakui bahwa Rusia adalah salah satu raksasa militer terbesar di dunia. Ukraina, negara pecahan Soviet yang pernah jadi negara berkekuatan nuklir terbesar ketiga di dunia, kini benar-benar dalam situasi terancam.

Inilah kisah dan nestapa Ukraina, negara yang pernah berada di bawah kekuasaan Soviet, menjadi negara berkekuatan nuklir terbesar ketiga di dunia, dan kini dimusuhi oleh Rusia.

1. Peran Ukraina dalam kehancuran Soviet

ilustrasi patung logo Uni Soviet (Pexels.com/Roman Verton)

Ukraina merdeka dan pisah dari Soviet secara de facto pada 24 Agustus 1991. Pada tanggal 1 Desember 1991, referendum dilaksanakan dan lebih dari 90 persen warga Ukraina setuju memilih merdeka. Leonid Kravchuk terpilih sebagai Presiden Ukraina pertama.

Pada 25 Desember 1991, Pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev menyampaikan pidato sepuluh menit yang akan menjadi pidato terakhirnya sebagai presiden, sekaligus saat-saat terakhir negara itu sendiri. Pada 26 Desember 1991, Soviet dinyatakan bubar. Bendera palu dan arit diturunkan di Kremlin dan diganti bendera Federasi Rusia.

Sebelum pidato terakhir Gorbachev, tiga tokoh dari Belarus (Stanislav Shushkevich), Ukraina (Leonid Kravchuk) dan Rusia (Boris Yeltsin) bertemu di sebuah pondok berburu terpencil di Belarus pada 8 Desember 1991.

Tiga orang ini membuat Piagam Belavezha untuk menggulingkan Gorbachev dan secara resmi menyatakan Soviet telah bubar. Gorbachev marah ketika diberitahu tentang itu dan menyalahkan Yeltsin karena telah mempelopori keruntuhan Soviet.

Tapi, peserta yang hadir dalam pertemuan bersejarah di pondok terpencil itu menunjuk Kravchuk sebagai orang yang memainkan peran penting runtuhnya Soviet. Kravchuk telah dirayu untuk setuju membentuk baru Soviet, tapi menolak dengan tegas. Dia fokus pada kemerdekaan Ukraina.

Dilansir Independent, Sergei Shakhrai, seorang ajudan utama Yeltsin, juga mengatakan suara Ukraina memainkan peran yang menentukan.

Ketika agen rahasia era Soviet (KGB) bernama Vladimir Putin menjadi Presiden Rusia saat ini, dia menggambarkan runtuhnya Uni Soviet sebagai "bencana geopolitik terbesar abad ke-20." Dia juga terus menuduh Ukraina secara tidak adil telah mewarisi bagian-bagian bersejarah Rusia dalam runtuhnya Soviet.

2. Persenjataan canggih warisan Soviet di Ukraina

Ilustrasi perlengkapan militer (Pixabay/LCharn)

Saat Ukraina mulai mempelopori gerakan kemerdekaan, wilayah-wilayah lain turut serta mengikuti. Secara dramatis, raksasa Soviet itu terpecah menjadi berkeping-keping.

Runtuhnya Soviet menyisakan masalah baru, yaitu berbagai industri militer yang telah dibangun di banyak wilayahnya. Misal di Kazakhstan, ada kosmodrom Baikonur. Rusia harus menjalin kesepakatan agar dapat mengoperasikannya. Secara sederhana, dapat dikatakan Moskow harus menyewanya dari Kazakhstan.

Di Ukraina, mereka mengumumkan properti militer Soviet di negara tersebut adalah miliknya. Ini termasuk persenjataan canggih seperti silo atau peluncur rudal balistik antarbenua (ICBM).

Dalam catatan FAS, ada 176 silo dengan sekitar 1.240 hulu ledak di Ukraina. Di antaranya adalah rudal SS-19 sebanyak 130 yang masing-masing mampu mengirim enam senjata nuklir.

Lalu, ada rudal SS-24 sebanyak 46 yang masing-masing bisa dipersenjatai dengan 10 senjata nuklir. Ada juga 14 rudal serupa tapi tidak dibekali dengan hulu ledak. Lebih lanjut lagi, ada pesawat bomber dengan kemampuan nuklir strategis yang dipersenjatai dengan 600 rudal dan bom gravitasi. 

Selain itu, masih ada banyak peralatan kendaraan tempur seperti tank dan kendaraan lapis baja. Itu semua adalah milik Ukraina yang diwarisi dari Soviet ketika masih menjadi bagiannya.

3. Ukraina sebagai negara berkekuatan nuklir ketiga di dunia

ilustrasi ledakan bom (Pixabay.com/WikiImages)

Soviet yang runtuh, meninggalkan ribuan hulu ledak nuklir yang disimpan di bekas wilayahnya. Di Belarus, ada lebih dari 100 senjata nuklir, Kazakhstan mewarisi lebih dari 1.400, dan Ukraina hampir 9.000 senjata nuklir beserta 176 rudal balistik antarbenua dan 44 pesawat bomber strategis.

Dalam dokumen The Nuclear Threat Initiative, secara rinci dapat dijelaskan seperti apa kekuatan nuklir Ukraina warisan Soviet, salah satu senjata paling menakutkan di muka bumi ini. Nuklir warisan Soviet itulah yang membuat Ukraina menjadi salah satu negara baru merdeka yang menakutkan.

Nuklir strategis yang diwarisi Soviet jumlahnya mencapai 1.900 hulu ledak. Masih ditambah dengan 2.650 dan 4.200 senjata nuklir taktis.

Dengan ratusan rudal balistik antarbenua dan bomber strategis yang memiliki fungsi membawa bom nuklir, maka total 8.750 senjata nuklir itu telah menempatkan Ukraina sebagai negara berkekuatan nuklir ketiga terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia.

Salah satu masalah utama yang muncul adalah Ukraina tidak memiliki kontrol operasional, sebab pusatnya ada di Moskow. Jadi Rusia adalah pihak yang bisa dan dapat meledakkan senjata tersebut sedangkan Ukraina tidak memilikinya. Ukraina pernah mencoba mendapatkan kendali kontrol operasional tapi Rusia tidak mau.

Pada akhirnya, senjata nuklir itu dipindahkan atau dikembalikan secara bertahap ke Rusia, karena Ukraina memenuhi perjanjian pengurangan dan pemusnahan senjata nuklir.

4. Memorandum Budapest: Ukraina dapat jaminan keamanan dan tidak akan diserang

Sebagai negara yang baru merdeka dengan kekuatan nuklir sebanyak itu, ada berbagai persoalan yang harus diselesaikan Ukraina. Salah satunya adalah biaya perawatan yang sangat mahal.

Saat itu sedang ramai kampanye denuklirisasi di dunia dan Ukraina ikut menandatangani Protokol Lisabon. Protokol itu isinya tentang kesepakatan pengurangan senjata strategis. Rusia, Belarus, Ukraina dan Kazakhstan menandatanganinya pada 23 Mei 1992. Dengan ini, Ukraina mulai mengurangi senjata strategis warisan Soviet.

Setelah itu, Ukraina bergabung dengan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir sebagai negara senjata non-nuklir pada 1994. Lalu dikemanakan hampir 9.000 senjata nuklir Ukraina itu? Dipindahkan ke Rusia dan Rusia juga sepakat dengan AS untuk mengurangi atau membongkar senjata nuklir tersebut.

Pada 1994, Rusia, Inggris dan AS menandatangani Memorandum Budapest. Itu adalah komitmen kembali atas Piagam PBB untuk menghormati kedaulatan Ukraina dan tidak menggunakan kekuatan melawan integritas teritorial serta kemerdekaan negara tersebut.

Penggunaan kekuatan atau invasi ke Ukraina akan melanggar memorandum ini. Jika Ukraina diserang, maka AS dan Inggris akan membantu mempertahankan. Hanya saja tidak ada rincian bantuan semacam apa yang bakal diberikan.

5. Rusia melanggar Memorandum Budapest

Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Twitter.com/President of Russia)

Memorandum Budapest seakan jadi dokumen berdebu yang tak dianggap pada 2014. Saat itu, Rusia di bawah Putin mencaplok Semenanjung Krimea milik Ukraina. Ukraina yang sedang kacau tidak memiliki cukup pertahanan militer untuk mempertahankannya.

Kemudian, Rusia dituduh membantu kelompok pemberontak Donetsk dan Luhansk. Sejak 2014 sampai saat ini, tentara Ukraina terus berperang melawan pemberontak tersebut. Bahkan, invasi Rusia saat ini juga terjadi melalui wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak.

Bagi Oleksiy Danilov, sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, jaminan keamanan Memorandum Budapest adalah pengalaman buruk negaranya. Imbalan janji AS dan Inggris tak sepenuhnya tuntas ketika diserang Rusia.

"Selama delapan tahun (Rusia) telah berperang dengan negara kami. Dan dunia menyaksikan ini dengan tenang," kata Danilov, dilansir dari Politico

Marry Loise Kelly dan Kat Lonsdorf dari NPR memberikan analisis tentang hal tersebut. Mereka berdua berpendapat pasti ada penjelasan di pihak Ukraina karena telah sepakat dengan memorandum itu dan menyerahkan senjata nuklirnya ke Rusia.

Meski masalah kepemilikan nuklir Ukraina itu adalah masalah pelik, namun narasi di ruang publik Ukraina menjadi sederhana. Narasi di Ukraina, secara publik adalah:

Kami memiliki persenjataan nuklir terbesar ketiga di dunia, kami menyerahkannya untuk selembar kertas yang ditandatangani ini (Memorandum Budapest), dan lihat (sekarang) apa yang terjadi.

6. Tepatkah langkah Ukraina melepas nuklirnya saat itu?

Volodymyr Zelensky, Presiden Ukraina (Twitter.com/Володимир Зеленський)

Para pengamat dan analis militer melihat ada beberapa bahaya dari kepemilikan nuklir Ukraina setelah merdeka dari Soviet. Selain karena biaya yang mahal untuk perawatan, negara yang terbilang masih baru itu tentu bisa dapat ancaman dari luar.

Sebagai negara baru, Ukraina belum memiliki stabilitas ekonomi dan merawat senjata nuklir sebanyak itu bisa menjadi beban berat.

Nuklir milik Ukraina juga bisa jadi bumerang. Tanpa infrastruktur yang tepat, nuklir itu sama bahayanya bagi pemiliknya seperti musuh, dan menciptakan target bagi aktor jahat yang ingin memperoleh senjata berharga.

Ini karena Ukraina tidak mewarisi kekuatan sistem militer tradisional, yang orang-orangnya dinilai belum memiliki kecakapan menguasai teknologi tinggi militer untuk pengoperasian senjata nuklir.

Selain itu semua, dalam penilaian Jack Kelly dari The German Marshall Fund of United States, situasi politik yang kompleks membuat tidak ada keraguan para pemimpin Rusia, Ukraina, Inggris, dan AS membuat pilihan yang tepat untuk tidak mempertahankan Ukraina sebagai negara berkemampuan nuklir pada 1994.

Secara bertahap, sampai menjelang tahun 2000, semua nuklir di Ukraina telah dipindahkan ke Rusia. Para analis melihat itu adalah langkah yang benar dari Ukraina, demi dunia yang lebih baik untuk menghapus nuklir.

Menurut kata-kata mendiang diplomat Meksiko Miguel Marin-Bosch, "senjata nuklir tidak meningkatkan keamanan suatu negara tetapi, sebaliknya, membahayakan kelangsungan hidup semua negara."

Kini, Ukraina dipimpin oleh Volodymyr Zelensky, seorang presiden yang tidak memiliki pengalaman militer. Dia adalah orang baru dalam politik karena sebelumnya adalah seorang komedian.

Zelensky telah meminta bantuan AS dan Eropa untuk mempertahankan diri dari ancaman invasi Rusia. Meski telah dapat bantuan banyak senjata, tapi sampai saat ini ketika tentara Rusia telah memasuki Ukraina, tidak ada satu negara pun yang bersiap mengirim tentaranya ke Ukraina guna membantu pertahanan negara yang pernah jadi pemilik nuklir terbesar ketiga di dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team