Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Brandon Mowinkel)

Jakarta, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) menarik Rancangan Undang-Undang (RUU) larangan boikot Israel dari jadwal pemungutan suara pada Senin (5/5/2025). RUU yang bernama IGO Anti-Boycott Act ini mengancam warga AS yang memboikot Israel dengan denda hingga 1 juta dolar AS (sekitar Rp16,4 miliar) dan hukuman penjara hingga 20 tahun.

Menariknya, penolakan justru datang dari kubu Partai Republik dan sekutu Presiden Donald Trump. Anggota Kongres Republik Marjorie Taylor Greene dan Thomas Massie telah mengumumkan penarikan RUU tersebut melalui media sosial X.

RUU ini diajukan oleh Anggota Kongres Republik Mike Lawler dan Demokrat Josh Gottheimer pada Januari lalu, dengan dukungan 22 anggota parlemen dari kedua partai. Kritikus menilai RUU ini membatasi kebebasan berbicara yang seharusnya dijamin konstitusi AS.

1. RUU bertujuan memperluas larangan boikot yang sudah ada

RUU ini memperluas aturan larangan boikot yang sudah ada sejak 2018. Aturan lama hanya melarang boikot sekutu AS berdasarkan permintaan negara lain, sedangkan RUU baru juga akan melarang boikot yang dianjurkan organisasi internasional seperti PBB.

Meskipun tidak menyebut Israel secara langsung, pengusul RUU mengakui undang-undang ini menargetkan gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS). Gerakan ini mendorong tekanan ekonomi terhadap Israel karena kebijakannya terhadap warga Palestina.

"RUU ini bertujuan menghentikan gerakan BDS yang berbahaya dan bernada antisemitisme di lembaga-lembaga internasional seperti PBB. Kami memperluas perlindungan yang sudah ada untuk mencegah boikot yang didorong negara asing," kata kantor Lawler pada Januari 2025, dilansir dari Al Jazeera.

2. Penolakan politikus Republik dinilai tidak biasa

Anggota Kongres Marjorie Taylor Greene menjadi tokoh Republik yang vokal menentang RUU tersebut.

"Tugas saya adalah membela hak warga Amerika untuk membeli atau memboikot siapa pun tanpa ancaman denda dan penjara. Saya tidak mengerti, mengapa kami memilih RUU untuk kepentingan negara lain dan bukan perintah eksekutif presiden yang untuk negara kami sendiri?" tulis Greene di media sosial X, dikutip Anadolu Agency.

Penolakan dari kubu Republikan dinilai tidak biasa karena partai ini dikenal sebagai pendukung setia kebijakan pro-Israel. Sikap ini juga dinilai sebagai pergeseran pandangan politik di kalangan sayap kanan AS yang mulai mempertanyakan dukungan kepada Israel.

Selain Greene, tokoh konservatif terkemuka Charlie Kirk juga menolak RUU tersebut karena dianggap membatasi kebebasan berbicara warga AS. Mantan penasihat Trump, Steve Bannon, turut mendukung pernyataan Kirk dan Greene.

3. Sentimen terhadap Israel di AS

Survei Pew yang dirilis April 2025 menunjukkan 53 persen warga AS kini memandang negatif Israel, naik dari 42 persen pada 2022. Perubahan sikap ini cukup kentara di kalangan Republikan muda yang peduli masalah kebebasan berbicara.

Kelompok HAM dan pembela Palestina menganggap hukum semacam ini bertujuan membungkam kritik terhadap Israel. Pemerintahan Trump kini juga gencar menangkap mahasiswa yang terlibat aksi bela Palestina.  

"Hak memboikot adalah bagian penting dari Amandemen Pertama dalam demokrasi AS. Dari perlawanan terhadap penjajah Inggris hingga penentangan apartheid di Afrika Selatan. Hak ini tidak boleh dilanggar," kata Council on American-Islamic Relations (CAIR), dikutip dari Middle East Eye.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik