Israel Akan Duduki Wilayah Gaza dan Pindahkan Warga Palestina

Jakarta, IDN Times - Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana untuk menduduki seluruh wilayah Gaza. Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa penduduk Gaza akan dipindahkan ke selatan sebagai bagian dari operasi militer bernama "Gideon's Chariots". Rencana ini bertujuan mengalahkan Hamas dan membebaskan para sandera yang masih ditahan.
Melalui pesan video pada Senin (5/5/2025), Netanyahu menegaskan bahwa pasukan Israel akan menduduki wilayah Gaza secara permanen. Mereka tidak akan sekadar masuk lalu keluar dari Gaza seperti operasi sebelumnya.
Rencana operasi militer ini akan dilaksanakan setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Timur Tengah pertengahan bulan ini. Seorang pejabat keamanan senior Israel menyebut kunjungan tersebut merupakan kesempatan untuk negosiasi pembebasan sandera. Jika tidak ada kesepakatan, operasi akan dimulai dengan kekuatan penuh.
1. Israel akan rebut seluruh Gaza
Kabinet Keamanan Israel secara bulat menyetujui rencana yang diajukan Kepala Staf Militer Letnan Jenderal Eyal Zamir ini. Pihak militer akan memanggil puluhan ribu tentara cadangan sebagai persiapan operasi besar ini.
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, juga secara terbuka mengakui niat Israel menduduki Gaza secara permanen. Ia bahkan tidak menutup kemungkinan aneksasi wilayah tersebut di masa depan.
"Kami akan menduduki Gaza secara permanen. Setelah kami kuasai wilayah tersebut, kami bisa membahas soal kedaulatan. Begitu operasi militer dimulai, kami tidak akan menarik pasukan dari Gaza, bahkan jika Hamas menawarkan penukaran dengan para sandera," ucap Smotrich, dilansir CNN.
Operasi pendudukan rencananya akan dilaksanakan secara bertahap. Serangan ini berisiko memicu pengungsian massal 2,3 juta penduduk Gaza yang sudah menderita akibat perang.
2. Hamas dan PBB kecam rencana baru Israel
Hamas menolak rencana Israel dan hanya mau berunding dengan syarat yang jelas. Mereka menuntut gencatan senjata total, penarikan pasukan Israel dari Gaza, perbaikan infrastruktur Gaza, dan pembebasan tahanan kedua pihak.
Keluarga para sandera Israel juga mengecam rencana pemerintah. Mereka menilai Netanyahu lebih mementingkan perebutan wilayah dibanding nyawa para sandera. Bahkan, Jenderal Eyal Zamir telah memperingatkan bahwa operasi militer besar berisiko membahayakan keselamatan para sandera.
"Sekretaris Jenderal sangat prihatin dengan rencana Israel ini. Tindakan ini akan menyebabkan lebih banyak warga sipil terbunuh dan kehancuran Gaza berlanjut. Gaza harus tetap menjadi bagian integral dari negara Palestina di masa depan," kata juru bicara PBB Farhan Haq.
Inggris juga menyatakan tidak mendukung perluasan operasi militer Israel di Gaza, sementara Uni Eropa mendesak Israel untuk menahan diri. Hingga kini konflik di Gaza telah menewaskan lebih dari 52 ribu warga Palestina, termasuk 2.459 korban sejak Maret lalu.
3. Israel akan ambil alih distribusi bantuan ke Gaza

Melansir BBC, Israel juga berencana mengambil alih distribusi bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui perusahaan swasta. Sebelumnya, Israel telah memblokir aliran bantuan sejak Maret lalu. Israel berdalih blokade dilakukan untuk menekan Hamas agar membebaskan para sandera.
Israel akan membuat "zona kemanusiaan" di Gaza selatan sebagai pusat penyaluran bantuan. Mereka akan menggunakan kontraktor keamanan dari AS untuk mengawasi aliran bantuan tersebut.
Namun, rencana ini tidak akan segera diterapkan. Pejabat Israel mengklaim masih ada cukup makanan di Gaza, padahal kenyataannya penduduk Palestina sudah menghadapi kelaparan parah.
PBB dan badan-badan bantuan internasional lain menolak rencana distribusi bantuan Israel. Mereka khawatir penduduk Gaza, terutama anak-anak, lansia, dan orang sakit, tidak akan mendapat bantuan yang cukup. PBB menyatakan tidak akan ikut dalam rencana Israel.
"Kami menolak bantuan dijadikan alat tekanan politik dan kami mendukung PBB yang menolak cara distribusi yang tidak manusiawi. Israel harus bertanggung jawab sepenuhnya atas penderitaan bencana kemanusiaan di Gaza," kata Hamas, dilansir Al Jazeera.