Penggali makam memakai pakaian pelindung membawa peti jenazah COVID-19 di Vila Formosa, Sao Paulo, Brazil, pada 2 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Amanda Perobelli
Ada dua pasien COVID-19 di Sri Lanka yang meninggal pada awal April ini. Keduanya beragama Islam. Akan tetapi, pemerintah tidak memberikan pilihan bagi keluarga untuk menguburkan jenazah orang yang mereka kasihi, melainkan memerintahkan kremasi.
Ini membuat publik geram.
"Jika ada pilihan untuk dikuburkan, pemerintah seharusnya mengakomodasi. Kremasi bukan satu-satunya opsi, kami ingin menguburkan orang yang kami cintai sesuai dengan cara Islam," kata anak salah satu jenazah, Fayaz Joonus, kepada Al Jazeera. Ia mengaku polisi mengawasi ketika tubuh ayahnya dikremasi di kamar mayat.
Kementerian Kesehatan Sri Lanka juga menegaskan bahwa kremasi adalah prosedur standar pemakaman jenazah COVID-19. Bahkan, pemerintah melarang mayat dimandikan dan harus segera dibungkus kantong plastik. Ini merupakan sesuatu yang bertolak belakang dengan ritual Islam.
Direktur Amnesty Internasional Asia Selatan, Biraj Patnaik, menggarisbawahi pentingnya pemerintah untuk menghormati hak kelompok agama minoritas untuk menjalankan ritual akhir sesuai tradisi.
"Keluarga orang yang meninggal karena COVID-19 yang sedang berduka semestinya bisa mengucapkan selamat tinggal kepada yang mereka kasihi dengan cara yang mereka kehendaki, terutama saat diizinkan oleh pedoman internasional," kata Biraj.