Ilustrasi mata uang (unsplash.com/Viacheslav Bublyk)
Melansir Reuters, dalam rapat umum Majelis Nasional Korsel, Direktur Jenderal Kementerian untuk urusan Asia Pasifik, Seo Min-jung, mengatakan kompensasi nantinya akan diberikan melalui yayasan yang didanai oleh perusahaan Korsel.
Dana perusahaan itu, kata Seo, berasal dari hasil perjanjian Seoul-Tokyo pada 1965, di mana Korsel menerima paket bantuan ekonomi senilai 300 juta dolar (sekitar Rp4,5 triliun) dan pinjaman 500 juta dolar (sekitar Rp7,6 triliun) oleh Jepang.
Sementara itu, Foundation for Victims of Forced Mobilization by Imperial Japan, mengatakan telah mendapatkan sumbangan awal dari Posco senilai 3,2 juta juta (sekitar Rp 4,5 milyar). Tidak ada tanggapan dari perusahaan pembuat baja itu.
"Kami telah meninjau bahwa pihak ketiga dapat melakukan pembayaran sebagai ikatan hukum atas nama perusahaan Jepang tergugat," kata Seo, seperti dikutip dari Reuters.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Hirokazu Matsuno, menolak berkomentar soal rencana kompensasi Seoul dan protes dari publik. Menurutnya, itu merupakan masalah internal Korsel.
Di sisi lain, Kepala yayasan Shim Kyu-sun, mengatakan pihaknya akan mendorong perusahaan Korsel untuk memberi kompensasi dari perspektif tanggung jawab sosial.
Pada 2018, Mahkamah Agung Korsel memerintahkan perusahaan Jepang untuk membayar ganti rugi kepada mantan pekerja paksa. Meskipun 15 warga Korsel menang dari tuntutan seperti itu, tidak ada satu pun yang menerima kompensasi.