Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mantan Presiden Guatemala, Jimmy Morales. (Twitter.com/jimmymoralesgt)

Guatemala City, IDN Times - Karena kasus korupsi yang melibatkannya, pihak Kejaksaan Guatemala meminta agar mantan Presiden Guatemala, Jimmy Morales, dicabut kekebalan hukum sehingga dapat dituntut ke pengadilan setempat. Saat masih menjabat sebagai Presiden Guatemala, Morales telah diselidiki sebanyak dua kali. Bagaimana awal ceritanya?

1. Demi mencabut kekebalan Morales, Mahkamah Agung Guatemala akan menunjuk hakim yang bertugas menangani masalah ini

Mantan Presiden Guatemala, Jimmy Morales. (Twitter.com/jimmymoralesgt)

Dilansir dari Independent.co.uk, pihak Kejaksaan Guatemala pada hari Rabu, 21 April 2021, waktu setempat meminta agar kekebalan hukum dari Morales dicabut sehingga dapat dituntut karena melanggar mandat anti-korupsi yang didukung oleh PBB, yang pada saat itu bekerja di Guatemala. Morales, yang menjabat sebagai Presiden Guatemala pada periode 2016-2020, memiliki kekebalan hukum karena setelah masa jabatannya, ia langsung menjadi perwakilan di Parlemen Amerika Tengah.

Morales juga mengambil alih kursi Kepresidenan Guatemala yang berjanji untuk memerangi korupsi, tetapi begitu dia dan anggota keluarganya menjadi sasaran misi anti-korupsi, dia bergerak untuk mendorongnya keluar dari Guatemala. Ia juga diselidiki sebanyak dua kali selama masih menjabat sebagai Presiden Guatemala atas tuduhan kejahatan Pemilu. Demi mencabut kekebalan hukum Morales, pihak Mahkamah Agung Guatemala akan menugaskan kasus tersebut kepada hakim yang akan memutuskan apakah bukti yang diajukan oleh pihak jaksa setempat bersifat sah atau tidak.

Hakim kemudian akan membuat rekomendasi dan Mahkamah Agung akan mengambil keputusan akhir.

2. Bulan Januari 2020 lalu, kelompok masyarakat sipil Guatemala menekan pihak berwenang untuk menangkap Morales

Mantan Presiden Guatemala, Jimmy Morales. (Twitter.com/GuatemalaGob)

Pada bulan Januari 2021 lalu, kelompok masyarakat sipil Guatemala menekan pihak berwenang untuk menangkap Morales karena kasus korupsi. Selama lebih dari setengah masa jabatan 4 tahun, Morales telah diganggu oleh tuduhan pendanaan kampanye secara ilegal dan pada akhirnya, dia membantah melakukan kesalahan tersebut. Dia juga menutup Komisi Internasional yang memimpin penyelidikan korupsi tingkat tinggi.

Anggota kelompok anti-korupsi, HAM, serta gerakan sosial berkumpul di luar Kantor Kejaksaan Guatemala untuk memanggil Jaksa Agung Guatemala untuk mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Morales dan harus dilakukan dengan cepat ketika kekurangan kekebalan hukum. Morales bukanlah satu-satunya pejabat Guatemala yang dituduh melakukan pelanggaran kejahatan Pemilu, seorang pengusaha sekaligus mantan ibu negara Guatemala, Sandra Torres, juga terlibat dalam pelanggaran dana kampanye Pemilu Guatemala secara ilegal pada tahun 2015 lalu.

3. Sebagian besar investigasi korupsi tingkat tinggi dipelopori oleh Komisi Internasional Melawan Impunitas di Guatemala (CICIG)

Suasana di sekitar salah satu wilayah yang berada di Guatemala. (pixabay.com/Victor_Leal)

Sebagian besar investigasi terhadap korupsi politik tingkat tinggi berasal dari investigasi yang dipelopori oleh Komisi Internasional Melawan Impunitas di Guatemala, CICIG, yang didukung PBB, yang dibentuk pada tahun 2007 lalu. Komisi tersebut mengungkap jaringan korupsi, beberapa di antaranya tertanam selama beberapa dekade di lembaga negara.

Investigasi CICIG menyebabkan pengunduran diri dan penangkapan mantan Presiden Guatemala lainnya, Otto Perez Molina, serta sebagian besar pemerintahannya pada tahun 2015 lalu. Dengan slogan kampanye "bukan pencuri atau korup", Morales memenangkan Pemilu Guatemala hanya beberapa minggu kemudian saat itu, akan tetapi mulai mengecam CICIG setelah dia bersama kerabatnya dan partainya disebutkan sehubungan dengan penyelidikan pada tahun 2017 lalu.

Sekitar tahun 2018 lalu, Morales mengumumkan dia tidak akan memperbarui mandat CICIG dan kemudian melarang kepala komisaris Ivan Velasquez dari negara itu, yang memicu kecaman dari negara-negara pendonor, termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa. Komisi tersebut pada akhirnya ditutup pada bulan September 2019 lalu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team