Pernyataan resmi Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Pleno KTT ASEAN ke-31 juga menyinggung soal persoalan di Rakhine. Hanya saja, sama seperti sikap umum para kepala negara anggota ASEAN, ia tak secara spesifik menyebutkan soal warga Rohingya.
"Kita semua sangat prihatin dengan krisis kemanusiaan di Rakhine State dan juga paham akan kompleksitas masalah di Rakhine State. Namun, kita juga tidak dapat berdiam diri," kata Jokowi.
"Krisis kemanusiaan ini tidak saja menjadi perhatian negara-negara anggota ASEAN namun juga dunia. Kita harus bergerak bersama. Myanmar tidak boleh tinggal. ASEAN juga tidak boleh tinggal diam," tambahnya.
Jokowi menilai solusi di level politik dan kemanusiaan diperlukan untuk menghentikan krisis itu agar tak semakin parah. Di level politik, ia ingin pemerintah Myanmar bekerja sama dengan Bangladesh untuk memulai repatriasi pengungsi.
Sedangkan di level kemanusiaan, Jokowi berharap The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre) diberikan akses untuk mengurus bantuan-bantuan yang dibutuhkan oleh pengungsi Rohingya.
Indonesia sempat mengirimkan Menlu Retno Marsudi ke Myanmar serta Bangladesh. Indonesia juga memberikan bantuan kepada para pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh. Menlu Retno mengatakan bahwa pemerintah Indonesia mengusulkan mengajukan proposal Formula 4+1.
Proposal itu terdiri dari empat poin, yaitu stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, serta pentingnya membuka akses untuk bantuan kemanusiaan.
Hingga saat ini, ada lebih dari 600.000 warga Rohingya yang kabur ke Bangladesh dan membutuhkan pertolongan. Mereka juga memerlukan penyelesaian jangka panjang. Sekjen PBB Antonio Guterres sendiri sempat menyatakan situasi di Rakhine adalah sebuah bentuk pembersihan etnis.