Menlu G7 Tolak Operasi Militer Skala Penuh Israel di Rafah, Gaza

Operasi militer berdampak buruk bagi warga sipil

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri negara-negara G7 menyatakan tetap menentang operasi militer skala penuh Israel di Rafah, kota paling selatan di Jalur Gaza. Mereka mengkhawatirkan operasi militer akan berdampak buruk bagi penduduk sipil di sana. Para menteri juga mengkritik banyaknya warga sipil yang tewas selama ofensif militer Israel.

Pernyataan penentangan ini disampaikan setelah PM Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan kepada para diplomat Barat bahwa ia berniat melanjutkan serangan darat ke Rafah. Kota itu saat ini menampung lebih dari 1 juta orang yang mengungsi.

"Kami menegaskan kembali penentangan kami terhadap operasi militer skala penuh di Rafah yang akan memiliki konsekuensi bencana bagi populasi sipil," tegas para Menlu G7 dalam pertemuan di Pulau Capri, Italia, dilansir The Guardian pada, Sabtu (20/4/2024).

1. G7 tekankan dampak buruk operasi militer bagi warga sipil

Para menteri luar negeri G7 menyatakan tidak bisa mendukung operasi militer besar Israel di Rafah. Mereka menyoroti fakta bahwa saat ini ada sekitar 1,4 juta orang di kota itu, termasuk banyak pengungsi dari bagian lain Gaza.

"Sangat penting bagi warga untuk bisa menjauh dari zona konflik. Namun, melakukannya adalah tugas besar dan kami belum melihat rencana jelas," jelas Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.

Blinken menegaskan bahwa operasi militer besar akan tetap berdampak buruk bagi warga sipil yang tersisa, bahkan jika sebagian besar telah diungsikan. Ia menambahkan, perlunya memastikan warga yang mengungsi bisa mendapat dukungan bantuan kemanusiaan.

Baca Juga: Eskpansi Israel di Yerusalem Timur Semakin Masif Sejak Perang di Gaza

2. PBB: Perang ubah Gaza jadi neraka kemanusiaan

Sekjen PBB, Antonio Guterres menyerukan peningkatan signifikan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Menurutnya, hanya ada sedikit kemajuan dalam memasukkan bantuan. Ia juga menyebut perang selama 6,5 bulan telah mengubah Gaza menjadi neraka kemanusiaan.

"Kita perlu lonjakan besar dalam bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina di Gaza. Ini untuk mencegah kelaparan yang akan segera terjadi dan kematian lebih lanjut akibat penyakit yang dapat dicegah," tegasnya.

Data PBB menunjukkan hanya kurang setengah dari kebutuhan 500 truk bantuan per hari yang berhasil mencapai Gaza. Kelompok HAM menyalahkan pembatasan Israel atas antrean panjang truk-truk bantuan tersebut.

3. Aktivis kirim kapal bantuan dari Turki ke Gaza

Sekelompok aktivis internasional berencana mengirimkan tiga kapal berisi bantuan dari Turki ke Gaza dalam beberapa hari ke depan. Kapal-kapal itu juga akan membawa para aktivis dan jurnalis.

Upaya serupa pernah dilakukan pada tahun 2010, namun, berujung bentrok berdarah yang menewaskan sembilan orang aktivis. Insiden itu sempat memperburuk hubungan diplomatik antara Turki dan Israel.

"Kami tidak bisa hanya berdiam diri sementara Israel membuat Palestina kelaparan," kata Huwaida Arraf, salah satu aktivis yang terlibat.

Mereka akan membawa bantuan seperti ambulans, obat bius, dan barang-barang lain yang dilarang masuk ke Gaza akibat blokade Israel selama 16 tahun. Para aktivis telah menginformasikan rencananya secara terbuka kepada Israel. Mereka meminta Israel tidak bertindak keras seperti pada tahun 2010 yang mengundang kecaman global.

Baca Juga: AS Setujui Operasi Israel di Rafah Asalkan Tak Serang Balik Iran

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya