Swedia telah memberikan kesempatan bagi warga negara perempuan untuk memberikan suara dalam pemilu, selama seratus tahun. Namun negara yang masuk dalam grup Nordik tersebut, adalah satu-satunya negara yang belum pernah memiliki Perdana Menteri perempuan.
Terpilihnya Magdaleda Andersson adalah sebuah sejarah bagi Swedia, meski hal itu terjadi dengan guncangan politik. Dalam pemilihan kembali pada akhir November, lima hari usai dirinya mundur, perempuan yang mendapat julukan Buldoser itu kembali lagi terpilih sebagai PM.
Dalam pemilihan kedua itu, anggota Riksdag yang menentangnya berkurang satu orang, dari 174 suara menjadi 173 suara. Sementara yang memilihnya sebanyak 101 orang dan mereka yang abstain sebanyak 75 orang.
Koalisi Andersson yang runtuh, membuat perempuan yang terpilih kembali sebagai PM itu memiliki tekad kuat untuk memimpin pemerintahan Swedia dengan partai tunggal. Tapi banyak analis politik yang menyebut, itu akan sulit karena partainya hanya memiliki 100 kursi dari total 349 kursi di Riksdag.
Atmosfer politik Swedia terbilang sangat terfragmentasi dengan adanya guncangan politik saat pemilihan PM Magdalena Andersson. Dia sendiri terpilih sebagai PM sementara. Pendahulunya, Stefan Lofven, mengundurkan diri.
Anderson akan memimpin Swedia selama 10 bulan kedepan, sampai Swedia kembali melakukan pemilu. "Saya tidak melihat ini sebagai awal dari 10 bulan, saya melihat ini sebagai awal dari 10 tahun," ujar Andersson dikutip NPR.