Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Serangan. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Serangan. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Intinya sih...

  • Jepang memiliki program makan siang gratis Kyushoku, dengan pelaksanaan desentralisasi, pendanaan dari orang tua dan pemerintah, serta keterlibatan siswa dalam proses penyajian dan pembersihan.

  • Brasil memiliki Programa Nacional da Alimentacao Escolar (PNAE) dengan skema sentralisasi-desentralisasi, pendanaan dari pemerintah, dan pembentukan dewan pangan sekolah untuk pengawasan program.

  • Filipina memiliki School-Based Feeding Program (SBFP) dengan skema sentralisasi-desentralisasi, pendanaan dari pemerintah, melibatkan pertanian skala kecil dan swasta dalam pengolahan makanan.

Jakarta, IDN Times - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia sejak awal diumumkan terus menuai pro dan kontra. Terlebih ketika banyak anak mengalami keracunan saat menyantam makan siang gratis.

Banyak pihak menilai, Indonesia harusnya belajar lebih dulu ke berbagai negara yang telah memiliki program serupa untuk pelajarnya. Laporan Transparency International Indonesia (TII), membandingkan program makan gratis di sejumlah negara yang telah memiliki program ini.

"Program makan siang di sekolah bukanlah hal yang baru. Berdasarkan data yang dikeluarkan Global Child Nutrition Foundation (GCNF) pada 2024, terdapat 146 negara yang telah menjalankan program makan siang di sekolah dengan berbagai skala cakupan," kata TII dalam laporannya, dikutip IDN Times, Jumat (4/7/2025).

Dari penelitian yang dibuat, disebutkan jika mekanisme pelaksanaannya dilakukan secara beragam baik sentralisasi, desentralisasi maupun semi desentralisasi. Pelibatan publik, disebut-sebut sebagai salah satu kunci sukses pelaksanaan program ini di berbagai negara.

"Publik turut berpartisipasi secara aktif untuk terlibat baik dalam penyediaan bahan baku, pelaksanaan program, serta pengawasan program," kata laporan tersebut.

TII menambahkan, pelaksanaan program makan di sekolah di berbagai negara juga menunjukkan bagaimana program makan siang gratis dapat dirancang dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan, dan keterlibatan komunitas.

Menurut mereka, pendekatan ini bukan hanya menekan biaya logistik dan memperkuat ketahanan pangan lokal, tapi juga membangun rasa kepemilikan masyarakat akan keberlanjutan program. Laporan ini juga membandingkan sejumlah program makan siang gratis di beberapa negara.

1. Jepang

Bendera Jepang. (Unsplash.com/ Roméo A.)

Jepang merupakan negara yang sudah sejak lama melaksanakan program makan siang gratis. Nama program tersebut adalah Kyushoku.

Pelaksana utama program ini dikelola oleh pemerintah daerah dan badan/lembaga sekolah. Berdasarkan GCNF, skema program Kyushoku desentralisasi dengan target penerima siswa Sekolah Dasar dan Menengah.

Frekuensi program ini yakni 5 kali per minggu. Pendanaannya pun dari orang tua dan pemerintah. Untuk Orang tua, mereka membayar sekitar 4.000 - 5.000 yen per bulan. Sedangkan pemerintah mensubsidi biaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Untuk menjalankan program ini, setiap sekolah harus memiliki dapur. Sekolah juga bekerja sama dengan petani lokal, produsen makanan dan masyarakat sekitar untuk mendapatkan bahan makanan berkualitas.

Tak hanya itu, sekolah juga wajib mempekerjakan ahli gizi. Dan para siswa dilibatkan dalam proses penyajian dan pembersihan.

2. Brasil

ilustrasi bendera Brasil (pixabay.com/jorono)

Brasil juga memiliki program makan siang dengan nama 'Programa Nacional da Alimentacao Escolar (PNAE). Pelaksana utamanya adalah Kementerian Pendidikan, Sekretariat Pendidian Negara Bagian, serta Sekretariat Pendidikan Kota/Kabupaten.

Skema programnya sentarlisasi dan desentralisasi. Sedangkan target penerima adalah siswa Pendidikan Pra-Sekolah, Sekolah Dasar dan Menengah.

Mereka menyediakan makanan 5x per minggu, baik untuk makanan yang dikonsumsi di sekolah maupun yang disediakan untuk dikonsumsi di rumah. Dengan sumber pendanaan semuanya dari pemerintah.

Untuk mekanisme program, PNAE menggunakan bahan pangan yang dihasilkan dari kebun sekolah dikonsumsi oleh siswa dan juga digunakan dalam kegiatan edukasi gizi dan pangan. Selain itu, petani skala kecil juga menyediakan bahan pangan.

Brasil membentuk dewan pangan sekolah dengan menyertakan masyarakat sipil, khususnya perwakilan dari orang tua siswa. Dewan Pangan Sekolah ini bertugas memantau seluruh pelaksanaan program makan di sekolah, termasuk pembelian produk, kualitas makanan yang disajikan, kondisi higienis dan sanitasi tempat penyimpanan pengolahan, serta penyajian makanan dan pelaksanaan keuangan program.

3. Filipina

ilustrasi bendera Filipina. (unsplash.com/iSawRed)

Negara tetangga Indonesia ini juga memiliki program makan siang dengan nama School-Based Feeding Program (SBFP). Kementerian Pendidikan adalah pelaksana utama program tersebut.

Skema programnya sentralisasi dan desentralisasi (Semi-desentralisasi). Target penerimanya adalah siswa pendidikan Pra-Sekolah, Sekolah Dasar dan Menengah.

Frekuensinya diberikan 5 kali per minggu untuk makanan atau camilan di sekolah. Pemerintah yang menjadi sumber pendanaan program ini.

Mekanismenya melibatkan pertanian skala kecil maupun menengah/besar. Juga ada sektor swasta yang turut berperan dalam pengolahan dan transportasi makanan, serta donasi makanan atau perlengkapan.

Keluarga siswa juga membantu dalam pengangkutan dan distribusi bahan pangan. Sedangkan pemerintah daerah melakukan pengadaan bahan pangan.

4. India

Bendera India (pexels.com/Studio Art Smile)

Negara di Asia Selatan ini memiliki program dengan nama PM Poshan atau National Program for Mid-Day Meal in Schools. Pelaksana utamanya adalah Kementerian Pendidikan India.

Tak memiliki skema, namun program ini ditargetkan bagi siswa Sekolah Dasar dan Menengah. Makanan diberikan 5 kali per minggu untuk dimakan di sekolah.

Namun, setiap triwulan atau akhir semester, ada paket makanan yang dibawa pulang. Pemerintah yang menanggung semua pendanaan program ini.

Orang tua siswa di India terlibat secara sukarela untuk program ini. Namun, mereka didorong memantau kualitas dan rasa makanan yang disediakan bagi para pelajar.

Selain itu, para ibu didorong mengawasi kegiatan anak-anaknya. Langkah ini agar dapat memastikan kualitas dan keteraturan penyediaan makanan.

5. China

Potret bendera China di Yuyuan Old Street Shanghai (unsplash.com/Dominic Kurniawan Suryaputra)

Negara terbesar di Asia ini memiliki program nutrition improvement plan fr rural China compulsory education students. Kementerian Pendidikan menjadi pelaksana utama program tersebut.

Skema programnya semi-desentralisasi dengan target penerima yang sangat terperinci, yakni sekolah dasar dan menengah pertama yang berada di daerah pedesaan yang terpinggirkan dan terdaftar dalam pendidikan wajib.

Makanan diberikan 5 kali per minggu. Untuk pendanaan, negara menanggung subsidi 5 yuan per hari per anak.

China mewajibkan setiap sekolah untuk melakukan pengadaan bahan pangan secara mandiri. Pengadaan makanan untuk Peningkatan Gizi bagi Siswa Pendidikan Wajib di Daerah Pedesaan dilakukan melalui prosedur lelang terbuka (tender kompetitif).

Dan sektor swasta terlibat dalam perdagangan pangan, pengolahan makanan dan transportasi.

Editorial Team

EditorSunariyah