Jakarta, IDN Times – Selama bertahun-tahun, hubungan antara Afrika Selatan dan Rusia membingungkan para pakar dan pemerintah negara Barat. Kedua negara ini sama sekali tidak memiliki hubungan dari segi ikatan budaya ataupun bahasa dari kedua negara.
Secara ekonomi, Rusia juga bukan mitra dagang terbesar bagi Afrika Selatan. Justru Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris menyumbang sepertiga dari total impor Afrika Selatan, sementara Rusia hanya menyumbang sekitar 0,4 persen.
Dari segi politik, terutama dalam konstelasi perang Rusia dan Ukraina, Afrika Selatan terus menggaungkan negaranya sebagai negara Nonblok. Pada Oktober lalu, Afrika Selatan abstain dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.
“Negara harus berdiri dalam mencari perdamaian,” ungkap duta besar Afrika Selatan saat itu, dilansir Al Jazeera.
Namun akhir-akhir ini, di tengah eskalasi konflik Ukraina, pejabat tinggi dari kedua negara terlihat aktif mengadakan pertemuan satu sama lain. Pada April, delegasi Kongres Nasional Afrika (ANC) berkunjung ke Rusia.
Pada Mei, Panglima Angkatan Darat Lawrence Mbatha juga berada di Moskow atas undangan Oleg Salyukov, Panglima Angkatan Darat Rusia. Kunjungan itu digambarkan sebagai "kunjungan niat baik". Menteri keamanan Afrika Selatan Khumbudzo Ntshavheni juga akan mengunjungi Rusia beberapa waktu ke depan.
Pertemuan-pertemuan ini kemudian ramai disoroti oleh berbagai media karena seolah memperlihatkan ada hubungan yang “spesial” di antara kedua negara. Bersamaan dengan itu, para pakar mulai meragukan posisi Afrika Selatan sebagai negara nonblok.
Lantas, bagaimana hubungan kedua negara ini bisa eksis dan dinamikanya hingga kini? Berikut penjelasannya.