Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Calon Wali Kota New York, Zohran Mamdani. (Bingjiefu He, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)
Calon Wali Kota New York, Zohran Mamdani. (Bingjiefu He, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Akar dan perjalanan hidup Mamdani: Lahir di Kampala, Uganda, pindah ke New York pada usia tujuh tahun. Tumbuh sebagai anak dari keluarga intelektual, ayahnya seorang pembuat film ternama, ibunya profesor di Columbia University.

  • Kampanye yang mengubah peta politik: Mamdani berhasil merebut dukungan para petinggi Demokrat yang semula ragu. Kampanyenya menarik ribuan pemilih muda dan relawan baru ke dalam gerakan politik progresif.

  • Simbol generasi baru: Mamdani muncul sebagai antitesis nasionalisme putih dan otoritarianisme. Ia menjadi wajah baru bagi Partai Demokrat yang tengah kehilangan arah serta memenangkan hati sebuah generasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Setahun lalu, nama Zohran Mamdani nyaris tak dikenal di dunia politik. Kini, pria berusia 34 tahun itu menorehkan sejarah sebagai Wali Kota Muslim pertama New York, sekaligus wajah baru politik progresif Amerika Serikat (AS) yang bersinar hingga ke kancah global.

Kebangkitan Mamdani bisa dibilang meteoritik. Dengan perpaduan antara kecerdasan media sosial dan kampanye akar rumput yang energik, ia berhasil menarik perhatian publik luas dan menggerakkan ribuan pemilih baru — banyak di antaranya anak muda dan warga kulit berwarna.

Melalui kampanye yang mengusung semangat kebersamaan dan keadilan sosial, Mamdani menghadirkan visi New York yang hangat, manusiawi, dan penuh harapan, berangkat dari keyakinan sederhana bahwa ‘hidup tidak harus sesulit ini’.

Video-videonya yang viral, mulai dari istilah halalflation, aksi berenang di laut dingin Coney Island, hingga wawancara dengan warga pekerja tentang pilihan politik mereka, membawanya menjadi figur publik yang autentik dan mudah didekati. Dalam dunia politik yang kerap kaku, Mamdani tampil apa adanya, berbicara langsung kepada rakyatnya dalam bahasa yang mereka pahami.

Karisma dan kesegaran gaya politik Mamdani membuatnya tampak kontras dengan pesaing utamanya, mantan gubernur negara bagian yang ternoda skandal, Andrew Cuomo, yang maju sebagai kandidat independen dengan sokongan para donatur kaya. Pertarungan keduanya menjadi simbol perbedaan dua wajah Partai Demokrat, satu sayap lama yang dianggap membosankan dan tak terinspirasi, dan satu sayap progresif yang penuh energi serta ide-ide berani.

Pemilih New York pun telah memberi sinyal jelas, mereka memilih masa depan yang diwakili Mamdani.

1. Akar dan perjalanan hidup Mamdani

Calon Wali Kota New York, Zohran Mamdani. (TMTv South Africa, CC BY 3.0, via Wikimedia Commons)

Lahir di Kampala, Uganda, Mamdani pindah ke New York bersama keluarganya pada usia 7 tahun. Ia tumbuh sebagai anak dari keluarga intelektual, ayahnya seorang pembuat film ternama, sementara ibunya profesor di Columbia University.

Di Bronx High School of Science, ia ikut mendirikan tim kriket pertama sekolahnya, sebuah cermin dari identitas global yang dibawanya.

Setelah meraih gelar sarjana Studi Afrikana dari Bowdoin College pada 2014 dan mendirikan cabang pertama Students for Justice in Palestine di sana, Mamdani menjadi warga negara AS pada 2018. Sebelum terjun ke politik, ia bekerja sebagai organisator komunitas dan penasihat pencegahan penyitaan rumah, memperkuat reputasinya sebagai sosok yang dekat dengan masyarakat.

Pada 2020, Mamdani terpilih menjadi anggota Majelis Negara Bagian New York untuk Distrik ke-36, menjadikannya pria Asia Selatan pertama, warga Uganda pertama, dan salah satu dari hanya tiga Muslim yang pernah menduduki posisi tersebut.

Kehidupan pribadinya pun menggambarkan semangat lintas budaya. Ia menikah dengan Rama Duwaji, seniman keturunan Suriah-Amerika, dalam upacara sederhana di Balai Kota.

2. Kampanye yang mengubah peta politik

Demonstran di New York membawa papan bertuliskan Zohran Mamdani. (Moonlightonasnowynight, CC0, via Wikimedia Commons)

Sejak kemenangan telaknya dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat 24 Juni lalu, Mamdani berhasil merebut dukungan para petinggi Demokrat yang semula ragu. Dari Kamala Harris, Gubernur Kathy Hochul, hingga Hakeem Jeffries, semuanya akhirnya mendukung agenda progresifnya yang menekankan keterjangkauan hidup di kota.

Kampanyenya, yang dikemas dengan video-video ceria namun sarat pesan, berhasil menarik ribuan pemilih muda dan relawan baru ke dalam gerakan politik progresif. Fokusnya tetap konsisten, yaitu menurunkan biaya hidup, membekukan harga sewa, menaikkan pajak bagi orang kaya dan korporasi besar, serta memperjuangkan childcare universal, transportasi bus gratis, dan toko bahan pokok milik kota.

Di tengah serangan bernuansa Islamofobia dari lawan politik, Mamdani menolak mundur. Ia berkampanye dalam bahasa Urdu, Hindi, dan Spanyol, berbicara dari masjid ke masjid, dari malam hingga pagi, menjangkau para pekerja, imigran, dan komunitas marjinal. Sikap terbukanya terhadap identitas Muslim, pembelaannya terhadap Palestina, serta kritiknya terhadap kebijakan Israel membuatnya diserang keras, namun juga dikagumi.

Bagi banyak warga New York, keberaniannya berbicara jujur di tengah meningkatnya intoleransi rasial menjadikannya simbol perlawanan dan perubahan generasi.

3. Simbol generasi baru

Cawalkot New York, Zohran Kwane Mamdani. (X.com/@ZohranKMamdani)

Di era politik Amerika yang kembali diguncang oleh kebangkitan nasionalisme putih dan otoritarianisme, Zohran Mamdani muncul sebagai antitesis, seorang progresif muda, Muslim, imigran, dan optimis. Ia tumbuh di bawah bayang-bayang pasca-9/11, kini berdiri di panggung utama sebagai wali kota Muslim pertama New York.

Ia juga menjadi wajah baru bagi Partai Demokrat yang tengah kehilangan arah. Dengan visi keberpihakan kepada rakyat kecil dan pesan yang sederhana namun kuat bahwa kota ini harus menjadi tempat yang layak bagi semua orang, bukan hanya yang mampu membayar paling banyak Mamdani bukan hanya memenangkan pemilihan, i memenangkan hati sebuah generasi.

Pada usia 34 tahun, ia menjadi wali kota termuda dalam lebih dari satu abad. Dengan lebih dari 2 juta surat suara, termasuk pemungutan suara awal, telah diberikan, yang menurut dewan pemilihan, jumlah terbanyak dalam pemilihan wali kota sejak 1969.

Editorial Team