Menteri Unifikasi Korsel Diperiksa terkait Darurat Militer

Jakarta, IDN Times - Menteri Unifikasi Korea Selatan (Korsel), Kim Yung-ho, dan Kepala Badan Intelijen telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik terkait darurat militer jangka pendek oleh Presiden Yoon Suk Yeol bulan ini.
Kim menjalani pemeriksaan oleh polisi selama enam jam pada 21 Desember atas kehadirannya pada pertemuan kabinet yang diadakan sesaat sebelum Yoon memberlakukan darurat militer pada 3 Desember.
Hal ini menjadikannya sebagai orang terakhir dalam pertemuan tersebut yang hadir di hadapan penyidik polisi, dilansir Yonhap pada Minggu (22/12/2024).
1. Siapa saja yang telah diperiksa terkait insiden darurat militer?
Polisi kini telah memeriksa 10 dari 12 peserta rapat kabinet. Ini termasuk Perdana Menteri, Han Duck-soo, yang saat ini menjadi penjabat presiden. Sementara itu, Yoon dan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun belum menjalani pemeriksaan polisi.
Secara terpisah, baru-baru ini kepala Badan Intelijen Nasional (NIS) Cho Tae-yong juga diperiksa oleh jaksa penuntut dalam penyelidikan mereka sendiri. Cho bukan anggota kabinet, namun ia termasuk di antara 12 peserta pertemuan pada 3 Desember.
Disebutkan, jaksa menginterogasi Cho mengenai apakah dia diberitahu soal dugaan perintah dari Yoon untuk menangkap politisi selama darurat militer.
Mantan Wakil Direktur pertama NIS, Hong Jang-won, mengklaim ia menerima perintah tersebut dari Yoon, tetapi Cho menunda mengambil tindakan segera saat ia melaporkannya. Sementara, NIS telah menolak klaim Hong tentang pembuatan laporan tersebut kepada Cho sebagai klaim yang salah.
2. Yoon Suk Yeol ajukan gugatan terhadap pemimpin oposisi
Polisi telah menyelidiki kasus darurat militer secara terpisah dari jaksa, melalui tim investigasi gabungan dengan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi dan unit investigasi kementerian pertahanan.
Baru-baru ini, Yoon melalui pengacaranya Seok Dong-hyun mengatakan, dia akan mengajukan tuntutan pidana terhadap ketua oposisi utama Partai Demokratik Korea, Lee Jae-myung. Ini dengan tuduhan bahwa Lee secara keliru menuduh Yoon melakukan pemberontakan dan penghasutan.
"Tidak jelas anggota dewan tertinggi Partai Demokrat mana yang memimpin (pengajuan tuduhan pemberontakan terhadap Yoon), jadi saya akan menyerahkan berkas-berkas tuntutan terhadap Lee ke Kantor Investigasi Nasional kepolisian besok," kata Seok di laman Facebooknya, dikutip dari The Straits Times.
Seok telah berulang kali mengklaim bahwa kliennya tidak bersalah atas tuduhan pemberontakan. Ia menuturkan bahwa Yoon tidak pernah berencana untuk menangkap siapapun selama darurat militer yang hanya berlangsung selama 6 jam.
3. Korsel hadapi kekacauan politik dalam negeri
Korsel telah menghadapi kekacauan dan ketidakpastian selama hampir tiga minggu atas pernyataan darurat militer yang mengejutkan pada 3 Desember 2024 oleh Presiden Yoon. Langkah tersebut dikutuk secara luas sebagai tindakan otoriter dan memicu protes massal di seluruh negeri. Sebab, darurat militer hanya ditujukan dalam keadaan darurat, seperti perang atau pemberontakan.
Yoon sempat menyebut ancaman dari pasukan anti-negara dan Korea Utara. Namun, tindakannya didorong oleh masalah politik dalam negerinya sendiri, bukan ancaman eksternal. Beberapa jam kemudian, Yoon membatalkan perintah tersebut setelah 190 anggota parlemen menolaknya.
Saat ini, Yoon sedang diselidiki atas tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan terkait deklarasi daruratnya. Ia juga dituduh memerintahkan penangkapan sejumlah anggota parlemen dan pejabat Komisi Pemilihan Umum Nasional.
Selain penyelidikan kriminal, Yoon menghadapi persidangan pemakzulan oleh Mahkamah Konstitusi. Ini terjadi setelah Majelis Nasional meloloskan mosi tersebut pada 14 Desember dengan suara 204-85.