Ilustrasi bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Brandon Mowinkel)
Merespons surat ICC, Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu utama Israel menyuarakan penentangan terhadap keputusan tersebut.
"Kami sangat prihatin dengan tindakan tergesa-gesa jaksa dalam mengeluarkan surat perintah penangkapan dan kesalahan proses yang meresahkan yang menyebabkan keputusan ini," kata juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, dikutip dari Al Jazeera.
Jean-Pierre menilai bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas pejabat Israel, karena Tel Aviv bukan peserta Statuta Roma. Namun, alasan ini ditolak oleh pengadilan dan menegaskan bahwa pihaknya memiliki yurisdiksi atas masalah tersebut karena Palestina, tempat terjadinya dugaan kejahatan, menerima kewenangan pengadilan.
Sebelumnya, pejabat AS berpendapat bahwa Palestina tidak memiliki negara dan karena itu tidak dapat memasuki Statuta Roma. Tetapi, Palestina yang bergabung dengan ICC pada 2015 adalah negara pengamat non-anggota PBB.
Baru-baru ini, studi dari Brown University menemukan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden menghabiskan 17,9 miliar dolar AS (sekitar Rp283,9 triliun) untuk bantuan keamanan ke Israel selama setahun terakhir, dana yang sangat penting bagi perang sekutu Washington yang menghancurkan Gaza.