Presiden Prancis: Haiti Sedang Merusak Negaranya Sendiri

Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron, pada Jumat (22/11/2024), menyebut pemerintah transisi Haiti bodoh dan merusak negaranya sendiri, karena melengserkan Perdana Menteri (PM) Garry Conille yang baru menjabat selama 5 bulan.
Situasi di Haiti masih belum menentu di tengah tingginya intensitas kekerasan geng kriminal meski sudah diterjunkannya personel kepolisian dari Kenya. Bahkan, geng kriminal masih menguasai sebagian besar wilayah ibu kota Port-au-Prince dalam beberapa tahun terakhir.
1. Macron sebut Haiti biarkan penyelundup narkoba berkuasa
Dalam kunjungannya ke Chile, Presiden Macron mengklaim pemerintah transisi Haiti telah memperbolehkan penyelundup narkoba menguasai negaranya sendiri.
"Mereka (pemerintahan transisi) benar-benar bodoh. Mereka seharusnya tidak melengserkan PM Conille. Kini, mereka sudah membiarkan penyelundup narkoba menguasai negaranya. Sebenarnya, warga Haiti yang membunuh Haiti itu sendiri," terangnya, dikutip Le Monde.
Pekan lalu, pemerintahan transisi Haiti sudah menunjuk pebisnis, Alix Didier Fils-Aime, sebagai perdana menteri Haiti yang baru. Ia pun berjanji akan mengembalikan keamanan dan mengatasi kekerasan geng di Haiti.
"Kami sudah memiliki pemerintahan transisi yang punya banyak tugas, pertama dan yang terpenting adalah sukses mengembalikan keamanan dan stabilitas di Haiti," ungkapnya dalam pidato perdananya.
2. Klaim pernyataan Macron telah menyinggung Haiti
Kementerian Luar Negeri Haiti memanggil Duta Besar (Dubes) Prancis di Port-au-Prince, Antoine Michon, untuk menjelaskan apa maksud dari pernyataan dari Macron.
"Pertemuan dengan Dubes Prancis ini diutus oleh pemerintahan transisi menyusul ucapan tidak bersahabat dan gestur yang tidak pantas sehingga harus dibenarkan," kata Menteri Luar Negeri Haiti, Jean-Victor Harvel Jean-Baptiste, dikutip dari France24.
Setelah bertemu dengan Dubes Prancis, Jean-Baptiste mengatakan bahwa Prancis akan tetap berada di sisi Haiti dalam membantu pengembalian keamanan dan penyelenggaraan pemilu di negara Karibia tersebut.
Sebelumnya, Prancis berjanji akan menyumbang 4 juta euro (Rp66,3 miliar) kepada PBB untuk mendanai misi keamanan di Haiti.
3. PBB dorong pengiriman misi perdamaian ke Haiti

Diplomat Dewan Keamanan PBB, pada Rabu (20/11/2024), mengatakan bahwa dukungan mengubah misi keamanan (MSS) menjadi misi penjaga keamanan PBB di Haiti dalam melawan aksi kekerasan geng kriminal.
"Kehadiran MSS di Haiti, meski memiliki nama baik, tapi terdapat banyak tantangan di baliknya. Masalah itu mengenai finansial, sumber daya manusia, rantai logistik yang sangat tidak cukup untuk merespons ancaman dalam skala besar," tutur Dubes PBB di Haiti Antonio Rodrigue, dilansir dari Reuters.
Pada awal September, proposal terkait perubahan MSS menjadi misi penjaga perdamaian di Haiti sudah diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Ekuador. Namun, proposal itu akhirnya ditolak karena mendapat veto dari Rusia dan China.
Ia menambahkan, misi penjaga perdamaian baru di Haiti harus belajar dari masa lalu ketika mengintervensi Haiti. Misi tersebut justru gagal karena maraknya kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan pasukan PBB dan merebaknya wabah kolera.