Thailand Tak Ingin Jadi Negara Rahim Dunia

Skandal-skandal Kasus Ibu Pengganti Lahirkan UU Perizinan Sewa Rahim di Thailand
"Skandal-skandal Kasus Ibu Pengganti Lahirkan UU Perizinan Sewa Rahim di Thailand."
 
Awal Agustus 2014 lalu, parlemen Thailand menyetujui bahwa praktek sewa rahim atau surrogacy yang marak terjadi di negara itu termasuk dalam kategori tindak kriminal. Hari Kamis (12/2) lalu, aturan itu akhirnya disahkan menjadi perundangan, yang berarti jasa sewa rahim atau jasa ibu pengganti kini resmi dilarang di Thailand. 
 
Undang-undang itu juga bertujuan untuk menghentikan rahim Thailand menjadi rahim dunia, karena sebelumnya banyak pasangan asing yang mencari layanan sewa rahim komersial. Dalam peraturan terbarunya, pasangan asing tidak boleh memakai jasa sewa rahim di Thailand. Tetapi, apabila yang mencari jasa sewa rahim itu warga Thailand atau pasangan ras campuran, jasa sewa rahim masih diperbolehkan asalkan ibu penggantinya berusia 25 tahun ke atas. Pelanggaran atas peraturan ini dikategorikan sebagai tindak kriminal berat. 
 
Thailand Tak Ingin Jadi Negara Rahim Dunia
 
Dalam praktik surrogacy, seorang perempuan muda yang kurang mampu biasanya ditawarkan 300-400 ribu baht untuk mengandung anak itu, dengan segala biaya hidup dan biaya medis ditanggung pasangan yang menyewa rahimnya. Tahun 2014, sekitar 1.000 bayi dilahirkan di Thailand sebagai hasil dari jasa sewa rahim tersebut. Jumlah itu enam kali lipat lebih banyak dari seluruh bayi hasil sewa rahim antar negara di dunia sepanjang tahun 2013. Berikut ini adalah beberapa skandal terkait kasus sewa rahim yang pernah terjadi di Thailand.
 
1. Ms. Suteera
Thailand Tak Ingin Jadi Negara Rahim Dunia
 
Ms. Suteera (nama samaran) adalah seorang pembantu rumah tangga berusia 35 tahun yang menyewakan rahimnya kepada pasangan asal Tiongkok. Ia berubah pikiran dan tidak ingin menyerahkan bayinya kepada pasangan itu, lalu melarikan diri saat kandungannya berusia lima bulan. Ia terbang ke desanya yang berjarak 700 kilometer dari Bangkok. Ia diburu dengan imbalan 5.000 baht bagi siapapun yang berhasil menangkapnya. Ia dan suaminya memutuskan untuk merawat anak tersebut dan kini keduanya berada dalam perlindungan yayasan pemerintah.  
 
2. Warga Jepang miliki 16 bayi
Thailand Tak Ingin Jadi Negara Rahim Dunia
Seorang pria Jepang diketahui memiliki hingga 16 orang bayi hasil sewa rahim di Bangkok. Meski identitasnya masih misterius, media setempat mengatakan bahwa pria itu adalah putra dari Yasumitsu Shigeta, pendiri distributor ponsel Hikari Tsushin. Menurut Forbes, Shigeta memiliki kekayaan hingga 2,7 miliar dolar AS. Beberapa anaknya sudah dibawa ke Kamboja, dan diasuh oleh babysitter dan dipenuhi segala kebutuhannya. Tetapi, pemerintah Thailand tak mengizinkan sembilan bayinya dibawa keluar Thailand. Anak-anak itu ditemukan di sebuah apartemen, sedang diasuh perawatnya masing-masing. Sekarang anak-anak itu diasuh di panti asuhan negara, dan pemerintah menolak permintaan Shigeta untuk mengirimkan pengasuh untuk anak-anaknya. Hingga saat ini, investigator tak menemukan indikasi jual beli anak, namun masih tak menemukan jawaban mengapa Shigeta menginginkan begitu banyak anak. Shigeta sendiri baru berusia 24 tahun saat diperkirakan memiliki 16 bayi, dan dikabarkan masih menginginkan 24 anak lagi. Hingga kini ia menolak memberikan keterangan pada pers. 
 
3. Bayi Gammy
Thailand Tak Ingin Jadi Negara Rahim Dunia
Gammy lahir bulan Desember 2013 lalu dari seorang perempuan berusia 21 tahun, Pattharamon Chanbua. Gammy dan saudara kembarnya itu adalah milik pasangan asal Australia. Sayangnya, begitu pasangan itu mengetahui Gammy terlahir dengan down syndrome, mereka memutuskan hanya membawa saudari kembarnya yang sehat. Kasus ini menghebohkan Thailand pada bulan Juli 2014 lalu.
 
 
Namanya juga kebijakan pemerintah, tentu selalu ada pro dan kontranya. Pihak yang kontra akan kebijakan ini mengatakan UU tentang surrogacy ini justru akan mendorong munculnya praktek surrogacy bawah tanah mengingat juga banyak masyarakat miskin di Thailand dan ada permintaan. Akibat lebih lanjutnya, para ibu pengganti ilegal akan kesulitan mengakses dokter dan layanan medis berkualitas. Kalau menurutmu gimana nih, kawan?

Topik:

Berita Terkini Lainnya