Onsen Jepang Terancam Krisis Air, Overtourism Jadi Biang Keladi

Intinya sih...
- Niseko kehilangan 15 meter air panas dalam 3 tahun terakhir akibat tingginya konsumsi dan infrastruktur tua.
- Lonjakan wisatawan asing membebani kawasan onsen, membuat beberapa daerah membatasi pengeboran sumber air panas baru.
- Pemerintah daerah menerapkan kebijakan ketat untuk menjaga kelestarian sumber daya alam, namun pakar menyoroti perlunya pengelolaan berbasis data untuk menjaga keberlanjutan onsen.
Jakarta, IDN Times – Jepang tengah menghadapi krisis pasokan onsen akibat membeludaknya jumlah wisatawan. Beberapa kawasan pemandian air panas mulai mengalami penurunan debit air, memaksa pemerintah daerah menerapkan langkah pengendalian.
Salah satu wilayah yang terdampak cukup parah adalah Ureshino di Prefektur Saga. Kota ini mengalami lonjakan pengunjung pascapandemi yang berimbas pada meningkatnya eksploitasi sumber air panas secara masif.
1. Ureshino tertekan lonjakan wisatawan asing
Ureshino, yang terkenal dengan lebih dari 30 hotel dan ryokan tradisional, mengalami peningkatan jumlah turis yang signifikan setelah pandemi COVID-19. Hal ini berakibat pada konsumsi air panas yang semakin besar untuk fasilitas onsen.
“Jumlah wisatawan meningkat dibandingkan sebelum pandemi COVID-19, yang menyebabkan penggunaan air panas yang lebih besar di ryokan dan fasilitas lainnya,” kata Wakil Wali Kota Ureshino, Hironori Hayase, dalam konferensi pers, dikutip dari CNN Internasional, Jumat (28/3/2025).
NHK melaporkan bahwa kedalaman sumber air panas di Ureshino anjlok ke 39,6 meter tahun lalu, turun 20 persen dari 50 meter yang tercatat empat tahun sebelumnya. Meski Wali Kota Ureshino, Daisuke Murakami, menekankan sumber air masih berkelanjutan, pemerintah telah meminta hotel dan ryokan untuk membatasi penggunaan onsen pribadi di malam hari guna mengurangi tekanan terhadap pasokan air.
2. Ureshino tertekan lonjakan wisatawan asing
Jumlah wisatawan asing ke Jepang mencetak rekor baru dengan 36,8 juta pengunjung tahun lalu, menurut data Japan National Tourism Organization. Lonjakan ini semakin membebani berbagai kawasan onsen, termasuk Niseko di Hokkaido.
“Peningkatan wisatawan setelah COVID-19 telah menyebabkan perluasan hotel, fasilitas yang lebih besar, dan lebih banyak pemandian onsen pribadi di kamar individu,” kata Akihiro Otsuka dari Chuo Onsen Research Institute.
Niseko menghadapi penurunan pasokan air panas hingga 15 meter dalam tiga tahun terakhir. Selain tingginya konsumsi, Otsuka menambahkan bahwa infrastruktur tua dan kebocoran pipa turut memperburuk krisis pasokan air di daerah tersebut.
3. Pemerintah Jepang ambil langkah pembatasan ekstraksi
Beberapa daerah kini membatasi pengeboran sumber air panas baru dan menyerukan penghematan air di kalangan pengelola onsen. Langkah ini ditempuh untuk menjaga pasokan air tetap stabil dalam jangka panjang.
“Level air memang menurun, tetapi pemandian air panas masih tetap beroperasi,” ujar Wali Kota Ureshino, Daisuke Murakami, dalam konferensi pers darurat Januari lalu, dikutip dari Kyodo News, Jumat (28/3).
Ia menekankan bahwa pemerintah setempat tak ragu menerapkan kebijakan ketat demi kelestarian sumber daya.
Sementara itu, kawasan seperti Ginzan Onsen di Prefektur Yamagata mulai membatasi jumlah wisatawan harian selama musim puncak untuk mengurangi kepadatan yang berlebihan.
Di sisi lain, pakar menyoroti perlunya pengelolaan berbasis data guna menjaga keberlanjutan onsen.
“Memantau ketinggian air menggunakan data untuk mengurangi limbah sangat penting,” ujar seorang peneliti senior dari Hot Spring Research Center.
Dengan arus wisatawan yang terus meningkat, Jepang kini dihadapkan pada tantangan besar dalam menyeimbangkan pertumbuhan sektor pariwisata dan pelestarian sumber daya alamnya.