Kelompok Lebanon, Hizbullah mengumumkan Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal, sebagai pemimpin baru kelompok tersebut, Selasa (29/10/2024). ANTARA/Anadolu/py/am.
Di sisi lain, sinyal potensi gencatan senjata tampaknya mulai terlihat dalam konflik ini. Qassem menyatakan siap untuk gencatan senjata dengan Israel asalkan isi kesepakatan kedua pihak cocok dan dapat diterima.
"Jika Israel memutuskan untuk menghentikan agresi, kami katakan bahwa kami menerima, tetapi sesuai dengan kondisi yang kami anggap sesuai," kata Qassem dilansir Al Jazeera.
Awalnya, utusan Amerika Serikat (AS) untuk Timur Tengah, Amos Hochstein, yakin kedua pihak akan sepakat gencatan senjata sebelum pemilihan presiden AS pada 5 November. Namun kenyataan berkata lain.
Dilansir Reuters, pada 1 November tersiar kabar bahwa kedua pihak gagal menyepakati gencatan senjata. Usulan agar Hizbullah menarik total pasukannya dari perbatasan Lebanon-Israel dan digantikan dengan pasukan pemerintah Lebanon, gagal total.
Israel berniat untuk ambil bagian dalam pengerahan pasukan di sepanjang perbatasan dengan mengacu pada resolusi PBB 1701. Israel meminta kepada AS agar langkah tersebut dilaksanakan untuk menjamin keamanannya. Permintaan ini membuat kesepakatan menjadi sulit.
Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, mengatakan, gagalnya gencatan senjata dikarenakan sikap keras kepala Israel.
"Pernyataan Israel dan sinyal diplomatik yang diterima Lebanon mengonfirmasi kekeraskepalaan Israel dalam menolak solusi yang diusulkan dan bersikeras pada pendekatan pembunuhan dan penghancuran," katanya.
Gagalnya kesepakatan ini membuat masa depan konflik Israel-Hizbullah tak dapat diprediksi. Ada kemungkinan, menurut beberapa sumber, bahwa konflik ini terus berlangsung selama berbulan-bulan ke depan.