Kekerasan ini meletus setelah pemilihan umum yang kacau, di mana Presiden Samia Suluhu Hassan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua tanpa lawan. Hassan diduga berupaya mengamankan posisi dan membungkam para kritikus.
Chadema memboikot pemilu setelah pemimpin mereka, Tundu Lissu, dipenjara dan didakwa atas tuduhan pengkhianatan. Pesaing oposisi lainnya, Luhaga Mpina dari ACT-Wazalendo, juga didiskualifikasi oleh Komisi Pemilihan Tanzania.
Para kritikus dan kelompok hak asasi manusia mengecam peningkatan penculikan dan intimidasi terhadap tokoh oposisi menjelang pemilu. Pembungkaman ini memicu kemarahan publik, yang kemudian turun ke jalan, merobek-robek poster Hassan dan menyerang kantor polisi serta tempat pemungutan suara.
Konflik juga meluas ke Zanzibar, wilayah semi-otonom, di mana partai berkuasa (CCM) dinyatakan menang dalam pemilu lokal, tetapi oposisi ACT-Wazalendo menolak hasilnya. Oposisi mengklaim terjadi kecurangan besar-besaran, termasuk penemuan kotak suara yang diisi serta pengusiran pengamat pemilu.
“Mereka telah merampok suara rakyat Zanzibar. Satu-satunya solusi untuk memberikan keadilan adalah melalui pemilihan ulang,” kata oposisi ACT-Wazalendo, dilansir CBS News.