Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
bendera Palestina (unsplash.com/Ömer Yıldız)
bendera Palestina (unsplash.com/Ömer Yıldız)

Intinya sih...

  • Fiji mengklaim mendukung rakyat Palestina tapi membuka kedubes di Yerusalem.

  • Pemerintah Fiji dianggap mengabaikan realitas di lapangan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Palestina mengecam keputusan Fiji untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem. Mereka menilai langkah tersebut sebagai serangan terhadap rakyat Palestina dan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional serta prospek perdamaian.

Perdana Menteri Fiji, Sitiveni Rabuka, meresmikan kedutaan baru negaranya di Yerusalem pada Rabu (17/9/2025). Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Luar Negeri Gideon Saar turut menghadiri acara tersebut.

“Hal ini menegaskan kembali bahwa semua tindakan Israel di Yerusalem tidak sah dan tidak memiliki legitimasi apa pun berdasarkan hukum internasional,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataan di platform media sosial X. Pihaknya mendesak pemerintah Fiji untuk membatalkan keputusan tersebut.

1. Fiji menyatakan tetap mendukung aspirasi sah rakyat Palestina

Keputusan Fiji untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem bertepatan dengan meningkatnya kekerasan di Gaza, di mana lebih dari 65 ribu orang telah tewas akibat serangan Israel sejak Oktober 2023. Meski menuai kritik, pemerintah Fiji menegaskan langkah tersebut bersifat diplomatis dan tetap mendukung aspirasi sah rakyat Palestina.

“Fiji mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil dan mendukung komunitas internasional dalam menyerukan bantuan kemanusiaan bagi mereka yang terkena dampak. Mendirikan misi di Yerusalem atau terlibat secara diplomatis dengan Israel tidak berarti mendukung perang atau bahaya. Ini adalah tindakan keterlibatan yang dimaksudkan untuk membangun jembatan dan mendorong dialog,” demikian pernyataan pemerintah Fiji sebelumnya, dikutip dari ABC.

Fiji sendiri menjadi negara Pasifik kedua, dan ketujuh secara global, yang membuka kedutaan besar di Yerussalem.

2. Pemerintah Fiji dianggap abaikan realitas di lapangan

Sementara itu, Roshika Deo, aktivis senior di Jaringan Solidaritas Fiji untuk Palestina, menilai pernyataan pemerintah Fiji mengabaikan kenyataan di lapangan.

“Itu adalah pernyataan yang salah. Tidak ada kebenaran di dalamnya dan sangat kontradiktif. Pernyataan itu sepenuhnya mengabaikan organisasi seperti Amnesty International, Human Rights Watch, Save the Children, Christian Aid, Doctors Without Borders, Médecins Sans Frontières, serta banyak organisasi kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional lainnya,” kata Deo.

Pada Selasa (16/9/2025), penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza untuk menghancurkan rakyat Palestina. Namun, pemerintah Israel dengan tegas menolak tuduhan tersebut.

3. Palestina ingin Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara di masa depan

Pada 2017, Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, Donald Trump, secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, sebuah langkah yang memicu kemarahan Palestina dan penolakan dari komunitas internasional. Pada 14 Mei 2018, AS memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.

Selain AS dan Fiji, sejumlah negara seperti Guatemala, Honduras, Kosovo, Papua Nugini, dan Paraguay juga telah membuka kedutaan besar di Yerusalem. Sementara itu, Argentina telah menyatakan niatnya untuk mengikuti langkah tersebut pada 2026.

Dilansir dari The New Arab, sebagian besar negara masih menempatkan misi diplomatik mereka di Tel Aviv karena status Yerusalem yang dipersengketakan. Israel mengklaim kota tersebut sebagai ibu kotanya yang abadi dan tidak terbagi, sementara Otoritas Palestina (PA) menginginkan Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, sebagai ibu kota negaranya di masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team