Trump Tolak Rencana Inggris Akui Negara Palestina

- Konflik Israel-Hamas sejak 7 Oktober 2023 memicu korban sipil dalam jumlah besar. Trump menyerukan agar sandera segera dibebaskan.
- Isu migrasi ilegal yang merupakan tantangan besar Inggris, jadi bahasan serius dalam pertemuan di Chequers. Starmer menghadapi lonjakan penyeberangan perahu kecil di Selat Inggris sepanjang 2025.
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menyampaikan ketidaksetujuan terhadap rencana Inggris mengakui negara Palestina pada Kamis (18/9/2025). Ia menyampaikan pernyataan itu saat konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, di Chequers, kediaman resmi perdana menteri. Sikap ini menunjukkan konsistensi AS menolak langkah pengakuan sepihak terhadap Palestina.
Trump menekankan bahwa isu ini menjadi salah satu perbedaan langka dengan Inggris.
“Saya tidak setuju dengan perdana menteri dalam hal itu, salah satu dari sedikit ketidaksepakatan kami, sebenarnya,” ujarnya, dikutip dari CNA.
Sementara itu, Starmer menilai kondisi Gaza sebagai krisis kemanusiaan mendesak dan memastikan Hamas tidak akan masuk dalam struktur pemerintahan Palestina.
1. Krisis Gaza dan posisi AS dalam konflik Israel-Hamas
Konflik Israel-Hamas sejak 7 Oktober 2023 memicu korban sipil dalam jumlah besar. Data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dianggap kredibel oleh PBB mencatat 65.141 warga tewas akibat serangan balasan Israel, sementara 1.219 orang meninggal akibat serangan awal Hamas.
Selain itu, dari 251 sandera yang diculik Hamas, masih ada 47 orang yang tertahan di Gaza, termasuk 25 yang dikonfirmasi tewas. Trump menyerukan agar sandera segera dibebaskan.
“Kami ingin ini berakhir. Kami harus mendapatkan kembali para sandera secepatnya. Itu yang diinginkan rakyat Israel,” ujarnya, dikutip dari The Hill.
Ia menggambarkan situasi ini rumit, tetapi tetap tidak mengkritik langsung aksi militer Israel di Gaza.
Trump dikenal dekat dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, meski dilaporkan ada ketegangan pribadi. Ia konsisten menolak pengakuan Palestina oleh sekutu AS dan menyebut langkah Kanada bisa mengganggu perundingan perdagangan. Sikap ini kembali ditegaskan saat sejumlah negara Barat seperti Prancis dan Kanada mendorong pengakuan Palestina di sidang Majelis Umum PBB September 2025.
2. Isu migrasi ilegal jadi bahasan serius

Dilansir dari BBC, pertemuan di Chequers juga menyinggung isu migrasi ilegal yang menjadi tantangan besar Inggris. Starmer menghadapi lonjakan penyeberangan perahu kecil di Selat Inggris sepanjang 2025, sementara Trump menekankan perlunya pendekatan keras. Ia memperingatkan bahwa migrasi ilegal bisa merusak negara dari dalam.
Starmer mengatakan bahwa pemerintahnya sudah membuat kemajuan melalui kesepakatan dengan Prancis dan menambahkan bahwa langkah penting ke depan telah dicapai lewat penerbangan pertama dalam kesepakatan pengembalian migran. Diskusi ini menunjukkan perbedaan gaya antara Starmer yang mengandalkan diplomasi dengan Trump yang menekankan tindakan tegas.
3. Perang Rusia-Ukraina, kebebasan berbicara, dan isu Mandelson

Dalam isu Rusia-Ukraina, kedua pemimpin sama-sama mengecam agresi Moskow. Starmer menyinggung serangan misil Rusia yang merusak gedung British Council di Kyiv. Trump juga menyampaikan kekecewaan terhadap Putin, meski tetap membela rencana KTT perdamaian di Alaska.
Isu kebebasan berbicara juga mencuat usai kritik dari Wakil Presiden AS, JD Vance, terhadap demokrasi Eropa. Starmer menegaskan posisi Inggris soal kebebasan berbicara sebagai nilai dasar yang tetap perlu diseimbangkan dengan perlindungan, terutama bagi anak-anak dari ancaman daring. Trump memilih tidak menanggapi kritik Vance dan langsung melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.
Kunjungan ini juga diwarnai kontroversi pemecatan Lord Peter Mandelson sebagai duta besar Inggris untuk AS. Trump menyatakan tidak mengenalnya, sementara Starmer menjelaskan keputusan itu diambil karena adanya informasi baru mengenai hubungan Mandelson dengan Jeffrey Epstein, tanpa memberi rincian lebih lanjut.
Dalam pertemuan pribadi satu jam, Trump dan Starmer membahas berbagai isu global mulai dari Timur Tengah, migrasi, hingga konflik Rusia-Ukraina. Keduanya menunjukkan keselarasan pandangan dalam banyak hal, dengan isu Palestina sebagai satu-satunya perbedaan besar.