Ilustrasi penggembala sapi (Unsplash.com/Vahid Kanani)
Ogolla yang berusia 61 tahun, melakukan perjalanan ke bagian barat negara yang sering dilanda konflik. Di wilayah itu juga kerap menjadi sasaran bandit lokal yang menjarah ternak para warga.
Dilansir Institute for Security Studies, dulu pejarahan ternak merupakan budaya. Anak lelaki akan dianggap sebagai "pahlawan" jika berhasil mencuri ternak tetangganya. Sistem tersebut juga sebagai penyeimbang kekayaan dan kekuasaan.
Namun pencurian ternak telah meningkat menjadi kejahatan terorganisir yang mematikan. Seringkali orang yang bepergian tanpa membawa ternak, tetap disergap dan dibunuh.
Pada 2019, di wilayah Pokot Barat dan Elgeyo Marakwet, daerah di mana helikopter militer yang baru saja jatuh, 30 orang terbunuh akibat konflik penjarahan tersebut.
Mudahnya mengakses senjata seperti Ak-47 atau M16, membuat kelompok bandit menargetkan para penggembala nomaden yang menopang industri daging sapi regional. Mereka menjual daging curian ke pasar perkotaan. Di Kenya, pasar daging sapi bernilai sekitar 500 juta dolar (Rp8,1 triliun).
Politisi juga disebut terlibat. Mereka menggunakan suap untuk membujuk masyarakat agar terlibat dalam jaringan kejahatan dengan mengumpulkan uang untuk mendanai kampanye pemilu atau mencabut hak pemilih yang mendukung pesaing mereka.