Pengadilan Kenya Menentang Rencana Pengerahan Polisi ke Haiti

Jakarta, IDN Times - Rencana pemerintah Kenya untuk mengirimkan polisi ke Haiti untuk membantu melawan kejahatan ditentang pengadilan pada Jumat (26/1/2024). Pengerahan itu telah mendapat dukungan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Oktober tahun lalu.
Namun, rencana itu mendapat kritikan dan perlawanan hukum yang diajukan ke pengadilan pada tahun lalu. Ekuru Aukot, pemimpin Partai Aliansi Thirdway menyampaikan bahwa rencana tersebut ilegal.
1. Pengerahan polisi bertentangan dengan konstitusi

Dilansir France 24, hakim Enock Chacha Mwita menentang rencana pemerintah karena dianggap bertetangan dengan konstitusi negara.
"Keputusan apa pun yang diambil oleh lembaga negara atau pejabat negara mana pun untuk mengerahkan petugas polisi ke Haiti bertentangan dengan konstitusi dan hukum dan oleh karena itu tidak konstitusional, ilegal dan tidak sah. Dengan ini dikeluarkan perintah yang melarang pengerahan pasukan polisi ke Haiti atau negara lain,” katanya.
Pemerintah Kenya sebelumnya mengatakan pihaknya siap menyediakan hingga 1.000 personel, dan Duta Besar Nairobi untuk PBB Martin Kimani mengatakan kemajuan signifikan telah dicapai dalam persiapan untuk menjalankan misi tersebut.
Presiden Kenya William Ruto sebelumnya menggambarkan upaya Kenya sebagai misi kemanusiaan di negara yang dilanda kolonialisme.
2. Tanggapan atas keputusan pengadilan

Dilansir Associated Press, Direktur Mercy Corps untuk Haiti, Laurent Uwumuremyi, mendukung keputusan pengadilan. Dia mengigatkan bahwa misi penjaga perdamaian internasional sebelumnya, seperti misi PBB MINUSTAH pada tahun 2004-2017 dan intervensi internasional telah menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk bagi Haiti.
“Solusi untuk Haiti, termasuk dukungan terhadap Kepolisian Nasional Haiti dan tentara untuk meredam kekerasan dan memulihkan keamanan harus dipimpin oleh rakyat Haiti,” kata Uwumuremyi.
Uwumuremyi mengatakan intervensi internasional lainnya dapat memperburuk situasi dan membuat lebih banyak orang terkena kekerasan.
“Sangat penting bahwa intervensi apa pun dilakukan untuk memulihkan stabilitas, menghormati hukum hak asasi manusia dan kemanusiaan, dan tidak membahayakan atau menghalangi operasi bantuan atau memperburuk kekerasan,” katanya.
“Ini adalah berita buruk bagi warga Haiti. Sebagian besar penduduk menunggu bantuan eksternal untuk membantu polisi mendapatkan kembali kendali atas ibu kota dan wilayah yang paling terkena dampak kekerasan," kata Diego Da Rin dari International Crisis Group.
Isaac Mwaura, juru bicara pemerintah Kenya, mengatakan pihaknya akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.
3. Kekerasan geng di Haiti mengkhawatirkan

Utusan khusus PBB untuk Haiti, Maria Isabel Salvador, mengatakan saat ini ada lonjakan kekerasan geng yang belum pernah terjadi sebelumnya melanda Haiti, dengan jumlah korban tewas, terluka dan diculik meningkat lebih dari dua kali lipat tahun lalu.
“Saya tidak bisa terlalu menekankan parahnya situasi di Haiti, di mana berbagai krisis yang berkepanjangan telah mencapai titik kritis,” katanya.
Pejabat PBB itu mengatakan ada 8.400 korban kekerasan geng yang didokumentasikan oleh kantornya pada tahun lalu, 122 persen lebih banyak dibandingkan tahun 2022, sebagian besar menjadi sasaran geng di ibu kota Port-au-Prince. Dia mengatakan sekitar 300 geng menguasai sekitar 80 persen ibu kota dan menyumbang 83 persen pembunuhan dan cedera tahun lalu.
Geng kriminal telah memperluas wilayah utara ke wilayah Artibonite, yang dianggap sebagai keranjang makanan Haiti, dengan melakukan serangan skala besar untuk mengendalikan zona-zona penting dan secara sistematis menggunakan kekerasan seksual untuk melakukan kontrol.