Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Paul Kagame Dilantik untuk Masa Jabatan Keempat Presiden Rwanda

Presiden Rwanda Paul Kagame. (Twitter.com/Presidency | Rwanda)

Jakarta, IDN Times - Presiden Rwanda, Paul Kagame, dilantik untuk masa jabatan keempat pada Minggu (11/8/2024). Dia akan memimpin selama lima tahun lagi setelah meraih kemenangan telak dalam pemilu bulan lalu.

Kagame telah memimpin Rwanda sejak genosida 1994, sebagai pemimpin de facto dan kemudian presiden sejak tahun 2000. Dia telah mendapat pujian karena mengubah negaranya menjadi tujuan investasi yang menarik, tapi juga dikritik karena dianggap melakukan pelanggaran kemanusiaan.

1. Menang pemilu dengan meraih hampir semua suara

ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)

Dilansir Reuters, pelantikan pada hari Minggu berlangsung di Stadion Nasional Amahoro, Kigali, dan dihadiri ribuan orang, termasuk 22 kepala negara dari negara-negara Afrika. Dalam acara itu Kagame menerima penghormatan militer dengan 21 tembakan meriam, disertai sorak sorai dari penonton.

"Selama 30 tahun terakhir, negara kita telah melakukan pekerjaan yang baik dan terus berkembang. Mandat baru ini berarti dimulainya kerja keras yang lebih besar lagi. Harapan untuk terus berkembang bukanlah mimpi, melainkan kenyataan. Kita bisa dan akan melakukannya," kata Kagame.

Presiden itu memenangkan pemilu dengan meraih 99,18 persen suara. Setelah mengalahkan dua orang yang bersaing melawannya, yaitu Frank Habineza dari Partai Hijau Demokratik dan Philippe Mpayimana yang independen, keduanya mengakui kekalahan dalam pemilu.

Namun, kelompok hak asasi manusia menganggap pemilu itu dirusak oleh tindakan keras terhadap media, oposisi, dan kelompok masyarakat sipil. Delapan orang kandidat yang berusaha mencalonkan diri dilarang oleh komisi pemilihan umum.

2. Dapat memimpin hingga tahun 2034

Dilansir VOA News, Kagame dianggap berjasa membangun kembali negara yang hancur setelah genosida, ketika ekstremis etnis Hutu melancarkan 100 hari pertumpahan darah kejam yang menyasar minoritas Tutsi. Peristiwa genosida itu menewaskan sekitar 800 ribu orang, sebagian besar orang Tutsi dan juga orang Hutu moderat.

Dengan 65 persen penduduk berusia di bawah 30 tahun, ia adalah satu-satunya pemimpin yang pernah dikenal sebagian besar warga Rwanda.

"Saya dengan bangga memberikan suara saya untuk Presiden Kagame dan menjadikannya prioritas untuk berada di sini hari ini untuk menyaksikan pelantikan bersejarah ini," kata Tania Iriza, seorang pedagang berusia 27 tahun, salah satu dari puluhan ribu orang yang hadir dalam upacara tersebut.

"Kepemimpinannya telah mengubah negara kita. Di bawah kepemimpinannya, Rwanda telah bangkit dari masa lalu yang tragis dan menapaki jalan menuju kemakmuran, persatuan, dan inovasi."

Kagame telah memenangi setiap pemilihan presiden yang diikutinya, masing-masing dengan lebih dari 93 persen suara.

Pada tahun 2015, ia mengawasi amandemen konstitusional kontroversial yang memperpendek masa jabatan presiden dari tujuh tahun menjadi lima tahun, tapi mengatur ulang waktu bagi pemimpin Rwanda, yang memungkinkannya untuk memimpin hingga tahun 2034.

3. Rwanda dituduh mendukung kelompok pemberontak M23

Ilustrasi bendera Rwanda. (Pixabay.com/Clker-Free-Vector-Images)

Meski pemerintahan Kagame mendapat banyak dukungan, tapi aktivis hak asasi manusia dan penentangnya menuduh pemerintahannya menciptakan iklim ketakutan, menghancurkan setiap perbedaan pendapat dengan intimidasi, penahanan sewenang-wenang, pembunuhan, dan penghilangan paksa.

Rwanda juga dituduh memicu ketidakstabilan di bagian timur negara tetangganya yang jauh lebih besar, Republik Demokratik Kongo (RDK). Rwanda dituduh mendukung kelompok pemberontak M23 yang memerangi angkatan bersenjata RDK.

Presiden Angola Joao Lourenco, salah satu pemimpin yang menghadiri upacara pelantikan telah dijadwalkan melakukan pembicaraan pribadi dengan Kagame mengenai kesepakatan gencatan senjata RDK. Angola menjadi perantara perjanjian tersebut bulan lalu setelah pertemuan antara menteri luar negeri RDK dan Rwanda.

Namun, pada 4 Agustus, hari di mana kesepakatan itu seharusnya berlaku, pemberontak M23, yang telah merebut wilayah di timur sejak melancarkan serangan baru pada akhir tahun 2021 telah merebut sebuah kota di perbatasan dengan Uganda.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ifan Wijaya
EditorIfan Wijaya
Follow Us