PBB: Israel Bisa Diseret ke ICC karena Perintah Evakuasi Paksa

Jakarta, IDN Times- Kantor hak asasi manusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Selasa (17/10/2023), mengatakan tindakan Israel mengepung Jalur Gaza dan memerintahkan evakuasi bisa diartikan sebagai pemindahan paksa warga sipil yang melanggar hukum internasional.
Juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani mengatakan, sejauh ini Israel belum memberikan akomodasi yang baik kepada warga sipil yang dievakuasi di Gaza atas perintahnya. Warga sipil belum mendapatkan kondisi kebersihan yang layak, kesehatan, keselamatan, serta nutrisi yang baik.
“Kami khawatir bahwa perintah ini, ditambah dengan penerapan pengepungan total terhadap Gaza, mungkin tidak dianggap sebagai evakuasi sementara yang sah. Oleh karena itu, akan menjadi pemindahan paksa warga sipil yang melanggar hukum internasional,” kata Shamdasani.
“Mereka yang berhasil mematuhi perintah otoritas Israel untuk mengungsi kini terjebak di selatan Jalur Gaza, dengan sedikit tempat berlindung, persediaan makanan yang cepat habis, sedikit atau tidak ada akses terhadap air bersih, sanitasi, obat-obatan dan kebutuhan dasar lainnya," tambahnya.
1. Relokasi paksa adalah kejahatan kemanusiaan
Pernyataan Shamdasani disampaikan saat Israel bersiap melakukan invasi darat di Gaza, guna membalas serangan kelompok Hamas pada 7 Oktober 2023.
Pada 12 Oktober, Israel memerintahkan 1,1 juta penduduk di utara Gaza untuk mengungsi menuju selatan.
Relokasi paksa yang diperintahkan Israel kepada warga sipil Gaza digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Langkah yang dilakukan Israel tersebut dapat dihukum oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Sejak Israel melancarkan serangan balasannya di Gaza, setidaknya 2.800 warga Palestina telah terbunuh dan sekitar 11 ribu orang lainnya terluka. Pihak Israel melaporkan sekitar 1.400 telah terbunuh.