Jalur Gaza Krisis Air Bersih, Warga Minum dari Keran!

Jakarta, IDN Times - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan, pada Selasa (17/10/2023), pabrik desalinasi air laut terakhir di Gaza telah ditutup. Hal tersebut memicu resiko kematian, apakah karena dehidrasi hingga penularan penyakit melalui air seperti kolera dan disentri.
Enam sumur, tiga stasiun pompa air, dan satu penampungan air yang digunakan oleh lebih dari 1,1 juta orang di Gaza juga tidak dapat digunakan.
Blokade gabungan Israel-Mesir terhadap Gaza yang telah berjalan 16 tahun menyebabkan air bersih menjadi salah satu masalah utama di wilayah tersebut. Hampir 97 persen air di satu-satunya akuifer di Gaza tidak dapat diminum.
1. Warga Gaza meminum air keran yang terkontaminasi
Saat ini, warga sipil yang putus asa di Gaza terpaksa mengonsumsi air keran yang terkontaminasi. Mereka juga menggali sumur baru yang letaknya dekat dengan laut untuk meminum airnya, meskipun air itu kotor dan asin.
PBB mengatakan, berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap orang membutuhkan 50 liter air. Namun, saat ini di Gaza, jumlah tersebut digunakan untuk tiga orang bertahan hidup.
“Orang-orang mencoba mengambil air dari tempat-tempat berbahaya, seperti sumur di masjid. Faktanya, anak-anak terbunuh (akibat serangan udara) ketika mencoba minum air di masjid seminggu yang lalu,” kata seorang penulis dan peneliti di Kota Gaza, Jamil al-Meqdad.
“Air untuk keperluan sehari-hari, mencuci, mencuci piring, terputus total karena tidak ada listrik untuk generator yang memompa air. Dan truk air hanya datang setiap tiga hari sekali, jadi tidak ada yang bisa mendapatkan cukup. Air yang tersisa hanya dibagikan dalam jumlah kecil, sehingga setiap orang mendapat sedikit," tambahnya.
2. Air sangat diperlukan di tempat pelayanan kesehatan
Dilansir Abc News, tempat layanan kesehatan menjadi salah satu perhatian khusus untuk persediaan air bersih guna merawat pasien sakit dan terluka. Rumah sakit di Jalur Gaza kesulitan merawat ribuan pasien, dan WHO mengatakan kekurangan air akan membahayakan nyawa para pasien.
“Air diperlukan untuk menjamin kondisi sanitasi di bangsal rawat inap, di ruang operasi, dan unit gawat darurat. Hal ini penting untuk pencegahan infeksi terkait rumah sakit dan pencegahan wabah di rumah sakit,” kata WHO.
Dalam unggahannya di media sosial pada Senin, WHO memperingatkan bahwa Gaza akan menghadapi krisis kesehatan masyarakat yang akan terjadi karena kehabisan air bersih. Lebih dari 3.500 nyawa pasien di 35 rumah sakit berada dalam resiko.
3. Staf UNRWA di Gaza selatan hanya mendapat air bersih 1 liter sehari
Israel telah memutus akses air ke Gaza bersamaan dengan bahan bakar dan listrik. Pada Senin, pipa air Israel sempat dibuka selama tiga jam di Khan Younis. Namun, itu hanya berdampak kecil karena kurangnya bahan bakar dan rusaknya jaringan pipa yang menyulitkan transportasi serta pemompaan air.
UNRWA melaporkan, sekitar 400 ribu pengungsi memadati sekolah-sekolah dan gedung-gedung yang dikelola PBB di Gaza selatan. Badan tersebut mengatakan, mereka hanya memiliki jatah 1 liter air dalam sehari untuk para stafnya yang berada di sana.
“Karena banyaknya orang, tidak ada air. Jadi saya pikir saya akan menjadi sukarelawan, datang dengan becak dan membawa air dari tempat yang jauh, tempat yang berbahaya. Sekarang, kita sedang mengisi air garam, saya siap minum dari air garam. Apa lagi yang bisa kita lakukan?” ujarnya, dikutip The Guardian.