Penjual sayuran memakai masker pelindung untuk mencegah penyebaran COVID-19 di Venesia, Italia,pada 13 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Manuel Silvestri
Ia mengutip pemberitaan koran nasional Il Corriere della Sera pada 9 Maret tentang nasib sistem kesehatan Italia yang di ujung tanduk. Seorang dokter mengatakan kepada koran itu bahwa pasien Unit Perawatan Intensif (ICU) di salah satu rumah sakit sudah melebihi kapasitas.
Ia juga mengungkap bahwa para dokter dipaksa membuat pilihan sulit yaitu menerima orang yang sangat membutuhkan alat bantu pernapasan berdasarkan usia, harapan hidup, dan faktor-faktor lainnya.
Ferraresi melaporkan saat jumlah pasien positif COVID-19 melonjak dan membuat Italia sebagai negara di luar Tiongkok dengan total kasus terbanyak, berbagai rumah sakit di negara itu terpaksa memakai kontainer kargo di depan pintu masuk untuk menyeleksi pasien.
"Beberapa orang yang tak bisa mendapatkan perawatan medis meninggal di rumah mereka," tulisnya.
Asosiasi anesthesiologis Italia sampai membuat panduan baru bagi dokter yang mengalami dilema etika. Saat sebelumnya siapa datang pertama itulah yang dilayani, kini prinsip itu tak berlaku di tengah pandemik.
Dalam panduan itu, dokter harus memilih pasien berdasarkan pertimbangan tingkat keberhasilan untuk sembuh. Bagi yang harapan hidupnya singkat atau berusia lanjut, maka pasien itu akan jadi pilihan terakhir untuk diselamatkan. Terbatasnya fasilitas dan sumber daya juga jadi alasan mengapa yang penyakitnya sangat parah tak jadi prioritas.
"Kita tentu saja tak bisa menghentikan munculnya virus mematikan yang sebelumnya tak diketahui," tulis Ferraresi.
Namun, melihat ke belakang, ia menilai ada yang bisa dilakukan agar tidak sampai ke situasi seperti saat ini. "Kita bisa tinggal di rumah saja," tegasnya.
Kini, kembali ke kondisi di Indonesia yang masih membebaskan orang beraktivitas semaunya. Apakah kita bisa menahan ego sesaat untuk nongkrong di mal atau berlibur ke luar kota (bahkan ke luar negeri) demi mencegah terlantarnya orang-orang yang positif COVID-19 dan penyakit lain karena rumah sakit tidak sanggup menghadapi bencana medis?