Hakim Duncan Gaswaga mengatakan, putusan pengadilan tidak didasarkan pada kesalahan atau tanggung jawab perwakilan, tapi pada prinsip tanggung jawab kolektif.
“Kekejaman yang dilakukan pada skala yang memerlukan keadilan transisi dianggap sebagai manifestasi kegagalan pemerintah yang memicu tanggung jawab negara untuk membayar ganti rugi kepada para korban,” kata Gaswaga, dikutip dari VOA News.
Keadilan transisi adalah serangkaian kebijakan atau mekanisme untuk menangani dampak dari pelanggaran kemanusiaan berskala besar dan terkadang ketidakstabilan politik.
Kantor Jaksa Agung Uganda, perwakilan pemerintah, menyampaikan pemerintah tidak memiliki kewajiban memberi kompensasi atas kejahatan yang dilakukan pihak swasta, dan ganti rugi yang diminta merupakan kesalahan atas kebijakan pemerintah.
Pengadilan memerintahkan pembayaran sebesar 2.700 dolar AS (Rp43,1 juta) kepada keluarga korban meninggal, 1.000 dolar AS (Rp16 juta) kepada korban cedera fisik, 950 dolar AS (Rp15,2 juta) untuk rumah tangga yang kehilangan harta, dan 1.350 dolar AS (Rp21,5 juta) untuk korban kekerasan pemerkosaan, pernikahan paksa, kerja paksa, dan kekerasan fisik lainnya.