Sebagai sindikat geng kriminal, keberadaan Yakuza tidak selalu merugikan. Beberapa pemberitaan mengabarkan bahwa kelompok-kelompok tersebut memiliki empati yang tinggi terhadap korban bencana alam di Jepang, seperti dengan mengirimkan truk-truk makanan untuk para korban.
Namun sejak tahun 1995, Jepang mengesahkan undang-undang Act for Prevention of Unlawful Activities by Criminal Gang Members. Aturan itu, adalah undang-undang anti-pemerasan yang dapat digunakan untuk menindak dengan keras anggota geng Yakuza.
Dalam beberada dekade terakhir, polisi di seluruh negeri di Jepang juga telah menyeret bos-bos geng kriminal tersebut untuk diadili di pengadilan.
Namun putusan hukuman mati dengan penjara seumur hidup untuk Satorou dan Tanoue dari Kudo-kai dianggap yang pertama terhadap pemimpin kelompok geng Yakuza. Asahi Shimbun menulis "keputusan pengadilan untuk mengabulkan tuntutan jaksa diharapkan berdampak pada penyelidikan kelompok kejahatan terorganisir di masa depan."
Selain hukuman itu, pengadilan juga menjatuhkan denda terhadap keduanya sebesar 20 juta yen atau sekitar Rp2,6 miliar.
Kejahatan yang membuat mereka diseret ke pengadilan terjadi pada antara tahun 1998 dan 2014. Rincian kejahatan tersebut yakni penembakan di jalanan kepala koperasi perikanan di Kitakyushu pada 1998, penembakan perwira polisi pada 2012, penikaman perawat rumah sakit di Fukuoka, tempat Nomura dirawat pada 2013, dan pada 2014 penikaman terhadap dokter gigi yang kebetulan kerabat kepala koperasi yang pernah dibunuh.
Persidangan Nomura dan Tanoue dimulai pada Oktober 2019. Namun persidangan saat itu ditunda karena masalah keamanan.