Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan Palestina (pixabay.com/hosnysalah)

Jakarta, IDN Times - Hanan, perempuan berusia 50 tahun, tidak menyangka akan mengurus delapan anaknya seorang diri. Suaminya yang telah mendampinginya selama 25 tahun, Muhammad, tewas akibat serangan udara Israel pada 16 Oktober lalu. Ia dibunuh tak jauh dari rumah mereka, di lingkungan Al Sabra di Gaza, saat pergi membeli roti untuk keluarga.

“Semuanya diselimuti warna hitam. Saya merasa sangat tersesat tanpa dia,” kata Hanan kepada The National.

Kepergian suaminya masih menyisakan luka yang mendalam bagi Hanan, namun ia berkewajiban untuk tetap kuat demi anak-anaknya.

“Putra sulung saya berusia 22 tahun, dan putri bungsu saya baru berusia tujuh tahun. Mengelola tantangan dalam membesarkan dan melindungi mereka sendirian adalah tugas yang sangat sulit bagi saya,” ujarnya.

1. Sebanyak 2.784 perempuan telah menjadi janda dan menggantikan peran kepala rumah tangga

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, lebih dari 24 ribu orang dipastikan tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza. Pemboman, blokade dan invasi Israel pada 7 Oktober dilaporkan menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 lainnya.

PBB mengatakan, hingga 19 Desember sekitar 5.150 perempuan telah terbunuh di Gaza sejak perang dimulai. Badan tersebut memperkirakan, 2.784 perempuan telah menjanda dan mungkin menjadi kepala rumah tangga baru, setelah kematian pasangan laki-laki mereka.

Menurut PBB, hilangnya kepala keluarga laki-laki membuat perempuan merasa sangat rentan terhadap keselamatan dan keamanan mereka sendiri dan anggota keluarga perempuan lainnya.

Perempuan yang selamat juga menghadapi tantangan lainnya berupa norma-norma sosial, hukum dan budaya patriarki yang dianut oleh sebagian orang di Gaza, yang menganggap perempuan berada di bawah perlindungan laki-laki.

2. Setengah dari pengungsi di Gaza adalah perempuan

Editorial Team

EditorFatimah

Tonton lebih seru di