tentara anak di Republik Demokratik Kongo (L. Rose, Public domain, via Wikimedia Commons)
Dilansir Anadolu Agency, eskalasi kekerasan memaksa lebih dari 700 warga negara Kongo melarikan diri melintasi perbatasan menuju distrik Rusizi di Rwanda. Phanuel Sindayiheba, pejabat pemerintah lokal Rwanda, mengonfirmasi bahwa mayoritas pengungsi adalah perempuan dan anak-anak.
Saksi mata di lapangan melaporkan kepanikan massal saat bom-bom mulai berjatuhan di dekat pemukiman warga di Luvungi dan Kamanyola. Rekaman video yang beredar memperlihatkan rombongan keluarga berjalan kaki membawa ternak dan barang-barang mereka menuju perbatasan.
Sementara itu, Badan anak-anak PBB (UNICEF) menyatakan kekhawatiran atas serangan yang menghantam tiga sekolah dan lokasi dekat fasilitas pendidikan di Kivu Selatan. Laporan awal menyebutkan setidaknya tujuh anak tewas dan banyak lainnya terluka akibat bentrokan yang terjadi pada 3-4 Desember.
“Kemarin, kami melihat perjanjian ditandatangani, tapi kami tidak melihat dampak positif apa pun pada situasi ini, dan itu membuat kami khawatir. Kami hanya melihat bom berjatuhan tanpa tahu dari mana asalnya,” ujar Samson Alimasi, warga kota Kamanyola.