Genjot Pasar Karbon, RI Gaet Kerja Sama dengan Kongo

- Indonesia apresiasi tata kelola pasar karbon Kongo
- Wamenhut mengapresiasi langkah Kongo dalam membangun pasar karbon berintegritas tinggi.
- Pemerintah menilai pembentukan Autorité de Régulation des Marchés du Carbone (ARMCA) sebagai tonggak penting dalam penguatan tata kelola pasar karbon nasional di negara tersebut.
- RI perkuat regulasi karbon dan kebijakan kehutanan
- Indonesia memperkuat kebijakan pasar karbon melalui Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025.
- Unit karbon dari reboisasi, restorasi mangrove, dan agroforestri dapat diperdagangkan di dalam negeri maupun internasional.
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki menegaskan pentingnya memperkuat kerja sama Selatan-Selatan di bidang kehutanan dalam pertemuan dengan delegasi Republik Demokratik Kongo di COP 30 Brasil.
Dia menyampaikan, Indonesia dan Kongo telah bekerja sama melalui Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional (ITPC) dan Inisiatif Lahan Gambut Global untuk saling bertukar pengetahuan dan penelitian antarnegara tropis.
"Berlandaskan fondasi ini, Indonesia siap berkolaborasi dengan Republik Demokratik Kongo dalam memperkuat pasar karbon di sektor kehutanan. Kami berbagi komitmen yang sama: melindungi hutan tropis sambil mendorong kemakmuran ekonomi dan sosial," katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (15/11/2025).
1. Indonesia apresiasi tata kelola pasar karbon Kongo

Dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan, dan Ekonomi Iklim Baru Kongo, Marie Nyange Ndambo, Wamenhut mengapresiasi langkah Kongo dalam membangun pasar karbon berintegritas tinggi.
Pemerintah, kata dia, menilai pembentukan Autorité de Régulation des Marchés du Carbone (ARMCA) sebagai tonggak penting dalam penguatan tata kelola pasar karbon nasional di negara tersebut.
“Ini merupakan langkah maju yang luar biasa dalam membangun pasar karbon berintegritas tinggi dan memperkuat tata kelola hutan. Indonesia menghargai kepemimpinan DRC di kawasan Basin Kongo,” ujar Rohmat.
2. RI perkuat regulasi karbon dan kebijakan kehutanan

Indonesia memperkuat kebijakan pasar karbon melalui Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 yang menempatkan perdagangan karbon sebagai instrumen utama pertumbuhan hijau dan ekonomi rendah karbon. Unit karbon dari reboisasi, restorasi mangrove, dan agroforestri dapat diperdagangkan di dalam negeri maupun internasional.
Pemerintah juga menyempurnakan berbagai regulasi teknis, mulai dari perdagangan karbon kehutanan, zonasi hutan, kehutanan sosial, hingga pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi. Reformasi ditujukan memperkuat nilai ekonomi hutan dan mendukung pertumbuhan inklusif.
Kebijakan tersebut sejalan dengan komitmen merehabilitasi 10 juta hektare lahan terdegradasi dalam agenda FOLU Net Sink 2030, termasuk pengembangan bioenergi kelapa sawit hingga 24 juta kiloliter untuk menekan impor bahan bakar.
Program perhutanan sosial tetap menjadi prioritas. Hingga kini, akses kelola diberikan pada lebih dari 8,4 juta hektare dan menciptakan jutaan lapangan kerja hijau. Pengakuan hutan adat juga diperkuat melalui satuan tugas yang telah memfasilitasi penetapan lebih dari 70 ribu hektare dan menargetkan 1,4 juta hektare pada 2029.
Indonesia juga menyampaikan sedang menyiapkan diri menjadi pusat pengembangan pasar karbon berkelanjutan secara global.
"Baru-baru ini, Indonesia menandatangani MoU dengan Asosiasi Perdagangan Emisi Internasional (IETA) dan Dewan Integritas Pasar Karbon Sukarela (ICVCM). Kemitraan ini berfokus pada pembangunan kapasitas, kolaborasi teknis, dan keterlibatan sektor swasta, elemen-elemen penting untuk pasar karbon yang kredibel dan terhubung secara global," ujarnya.
3. Kongo ingin lanjutkan koalisi dan kerja sama gambut tropis

Pemerintah Kongo menyampaikan keinginan untuk menindaklanjuti koalisi iklim yang pernah dimulai bersama Brasil dan Indonesia sejak COP Glasgow. Selain itu, Kongo juga ingin memperkuat kerja sama dengan Indonesia dalam International Tropical Peatland Center (ITPC).
Kedua negara sepakat meningkatkan komunikasi untuk membahas tindak lanjut koalisi tersebut dan memperkuat kolaborasi di bidang gambut tropis maupun pasar karbon.


















