Jembatan Runtuh di Tambang Tembaga Kongo, 32 Orang Tewas

- Tembakan tentara memicu kepanikan penambang .
- Lebih dari 10 ribu penambang liar beroperasi di Kalando.
- DRC adalah produsen kobalt terbesar di dunia.
Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 32 orang tewas setelah sebuah jembatan di tambang tembaga dan kobalt di Republik Demokratik Kongo (DRC) runtuh pada Sabtu (15/11/2025). Peristiwa ini menjadi salah satu kecelakaan paling mematikan di sektor pertambangan rakyat di negara tersebut tahun ini.
Menteri Dalam Negeri Roy Kaumbe Mayonde mengungkapkan bahwa runtuhnya jembatan di tambang Kalando, yang berada di provinsi Lualaba, terjadi akibat kelebihan beban.
“Meskipun ada larangan resmi terhadap akses ke lokasi tersebut karena hujan lebat dan risiko tanah longsor, para penambang liar tetap memaksa masuk ke area tambang,” tambahnya.
1. Para penambang dilaporkan panik akibat tembakan tentara
Dilansir dari TRT, Layanan Dukungan dan Bimbingan Pertambangan Skala Kecil dan Rakyat (SAEMAPE) di DRC melaporkan jumlah korban yang lebih tinggi, dengan 40 orang tewas dan 20 lainnya terluka. Lembaga tersebut menyatakan bahwa tembakan yang dilepaskan oleh para tentara yang bertugas mengamankan lokasi memicu kepanikan di antara para penambang. Akibatnya, orang-orang berlari menuju jembatan, yang kemudian runtuh akibat kelebihan beban.
Inisiatif Perlindungan Hak Asasi Manusia menuntut dilakukannya penyelidikan independen terhadap keterlibatan militer dalam insiden tersebut, dengan mengutip laporan tentang bentrokan antara para penambang dan tentara. Sejauh ini, pihak militer belum memberikan komentar.
2. Lebih dari 10 ribu penambang liar beroperasi di Kalando
Menurut laporan SAEMAPE, tambang tersebut telah lama menjadi pusat perselisihan antara para penambang liar, koperasi yang seharusnya mengatur kegiatan penambangan di sana, dan operator resmi lokasi tersebut, yang disebut-sebut memiliki keterlibatan pihak China.
Arthur Kabulo, koordinator Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Lualaba, mengatakan bahwa lebih dari 10 ribu penambang liar beroperasi di Kalando. Pemerintah provinsi telah menangguhkan seluruh operasi di lokasi tersebut pada Minggu (16/11/2025).
3. DRC adalah produsen kobalt terbesar di dunia
Dilansir dari Al Jazeera, DRC merupakan produsen kobalt terbesar di dunia, mineral yang digunakan untuk membuat baterai lithium-ion bagi kendaraan listrik dan produk lainnya. Perusahaan-perusahaan China disebut mengendalikan 80 persen produksi di negara Afrika tengah tersebut.
Tuduhan adanya pekerja anak, kondisi kerja yang tidak aman, dan korupsi telah lama membayangi industri pertambangan kobalt di negara itu. Kekayaan mineral DRC juga menjadi penyebab konflik yang melanda wilayah timur negara tersebut selama lebih dari tiga dekade.



















