Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Militer Sudan di kota Khartoum untuk berjaga-jaga terhadap gelombang aksi protes terhadap kudeta yang dilakukan pihak militer. (twitter.com/AJ+)
Militer Sudan di kota Khartoum untuk berjaga-jaga terhadap gelombang aksi protes terhadap kudeta yang dilakukan pihak militer. (twitter.com/AJ+)

Jakarta, IDN Times - Baku tembak antara militer Sudan dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) semakin memanas. Setidaknya 56 warga sipil dilaporkan tewas akibat pertempuran ini.

Peperangan itu terjadi di ibu kota Khartoum. RSF mengklaim telah menduduki istana presiden dan bandara internasional kota tersebut.

Dilansir BBC International pada Minggu (16/4/2023), gempuran dilaporan terdengar di Omdurman, yang berbatasan dengan Khartoum dan dekat Bahri pada dini hari tadi. Tembakan juga terdengar di Red City, Sudan Port.

1. Serangan balasan dari RSF ke militer Sudan

ANTARA FOTO/REUTERS/Umit Bektas

Sementara itu, RSF juga mengklaim bahwa tentara telah menyerang terlebih dahulu wilayahnya. Dalam pernyataannya, mereka menuding tentara telah menyerang pasukannya di pangkalan selatan Khartoum. 

Hal itu membuat RSF melakukan serangan balasan. Hal itu membuat mereka mampu merebut bandara kota dan mengontrol Istana Kepresidenan.

Lebih lanjut, RSF mengklaim telah merebut bandara sekaligus pangkalan udara di kota Marawi, sekitar 350 kilometer barat laut ibu kota Khartoum.

Bentrokan antara kelompok milisi dengan militer tersebut adalah hasil dari ketegangan beberapa bulan terakhir. Ketegangan berasal dari penundaan penandatanganan kesepakatan dengan partai politik untuk membangun pemerintah transisi yang demokratis.

2. Tentara bertindak untuk melindungi negara

Tentara Sudan mengatakan, milisi adalah kelompok yang melakukan penyerangan terlebih dulu di kamp Khartoum dan tempat lain.

"Pejuang dari RSF menyerang beberapa kamp tentara di Khartoum dan tempat lain di sekitar Sudan," kata juru bicara militer Nabil Abdallah.

Abdallah menggambarkan bahwa bentrokan dua belah pihak sedang berlangsung dan tentara menjalankan fungsinya untuk melindungi negara. Belakangan, militer menyatakan RSF sebagai kekuatan pemberontak dan menilai pernyataan kelompok milisi itu sebagai kebohongan.

3. Perang saudara di Sudan

RSF sendiri merupakan kelompok paramiliter yang cukup berpengaruh di Sudan. Dibentuk sejak perang Darfur tahun 2013, RSF dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo.

Dagalo saat ini menjabat sebagai Wakil Kepala Kedaulatan Sudan yang berkuasa, atau lebih dikenal sebagai Hemedti.

Jumlah pasukan RSF diperkirakan ada 100 ribu orang di seluruh Sudan, bahkan bisa lebih.

Editorial Team