Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi menggunakan sosial media (unsplash.com/Erik Lucatero)
ilustrasi menggunakan sosial media (unsplash.com/Erik Lucatero)

Intinya sih...

  • TikTok diaggap gagal dalam melakukan moderasi pada kontennya

  • Aturan TikTok dinilai mudah diakali

  • Lebih dari 200 juta pengguna di Eropa akses TikTok setiap bulannya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sebuah komisi parlemen Prancis, yang menyelidiki dampak psikologis penggunaan TikTok, mengusulkan pelarangan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 15 tahun dan penerapan "jam malam digital" bagi remaja berusia 15-18 tahun. Rekomendasi ini dikeluarkan setelah mendengar pendapat dari keluarga, eksekutif media sosial, dan para influencer.

Komisi ini diluncurkan pada Maret lalu, setelah tujuh keluarga menggugat TikTok pada akhir 2024 karena diduga mengekspos anak-anak mereka pada konten yang dapat mendorong aksi bunuh diri.

"Larangan tersebut akan memberikan sinyal kepada anak-anak maupun orang tua bahwa sebelum usia 15 tahun, media sosial bukanlah sesuatu yang tanpa bahaya," kata Laure Miller, politisi sekaligus pelapor komisi parlemen tersebut, dikutip dari RTE.

1. TikTok diaggap gagal dalam melakukan moderasi pada kontennya

Tahun lalu, Geraldine kehilangan putrinya, Penelope, karena bunuh diri pada usia 18 tahun. Ia kemudian menemukan video tindakan menyakiti diri sendiri yang diunggah dan ditonton oleh putrinya di TikTok.

“TikTok tidak membunuh putri kecil kami, karena bagaimanapun juga dia memang tidak dalam kondisi baik,” kata Geraldine, yang menolak disebutkan nama belakangnya.

Namun, ia menuduh TikTok telah gagal dalam memoderasi kontennnya, sehingga membuat putrinya semakin tenggelam dalam pikiran gelapnya.

2. Aturan TikTok dinilai mudah diakali

Dilansir dari France24, TikTok secara rutin menegaskan bahwa keamanan anak muda selalu menjadi prioritas utama mereka. Perusahaan itu juga mengatakan kepada komisi parlemen bahwa aplikasi tersebut menggunakan moderasi berbasis AI yang tahun lalu berhasil mendeteksi 98 persen konten yang melanggar ketentuan layanan di Prancis. Namun, para legislator menilai langkah tersebut masih belum cukup, dan aturan TikTok sangat mudah diakali.

Komisi juga menemukan bahwa konten berbahaya tetap marak beredar di aplikasi itu, sementara algoritmanya justru mendorong pengguna muda terjebak dalam siklus konten yang memperburuk kondisi mereka.

Dalam laporannya, komite tersebut menyarankan agar larangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah 15 tahun dapat diperluas hingga mencakup semua pengguna di bawah 18 tahun, jika dalam tiga tahun ke depan platform tidak mematuhi hukum Eropa.

3. Lebih dari 200 juta pengguna di Eropa akses TikTok setiap bulannya

TikTok kini memiliki lebih dari 200 juta pengguna aktif bulanan di Eropa, atau sekitar satu dari tiga warga benua tersebut. Menurut juru bicara perusahaan, aplikasi video pendek milik raksasa teknologi China ByteDance ini mencatat lebih dari 1 miliar pengguna di seluruh dunia setiap bulannya.

Meski pertumbuhannya sangat pesat, TikTok menghadapi berbagai tantangan regulasi di beberapa negara. Di Amerika Serikat (AS), Presiden Donald Trump mendorong penjualaan aset TikTok. Sementara itu, di Eropa, TikTok dijatuhi denda sebesar 530 juta euro (sekitar Rp9,8 triliiun) oleh otoritas privasi utama Uni Eropa (UE) pada Mei lalu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team