Amnesty International: Pasukan Militer Eritrea Serang Warga Tigray

Terjadi eksekusi di luar hukum dan penjarahan secara luas

Mekele, IDN Times - Konflik antara pemerintah federal Ethiopia dengan pemerintah regional Tigray hingga saat ini belum selesai. Meskipun operasi militer telah surut secara signifikan sejak akhir November tahun lalu karena ibukota Mekele di Tigray telah ditaklukkan, tetapi pasukan TPLF (Tigrayan People's Liberation Front) belum menyerah.

Pada minggu-minggu awal sejak Ethiopian National Defense Forces (ENDF) melakukan operasi militer di Tigray, Ethiopia dicurigai bekerja sama dengan Eritrea dalam menggempur pasukan Tigrayan. Namun PM Abiy Ahmed selalu membantah. Begitu pun pihak Eritrea, mereka selalu mengelak dari tuduhan tersebut.

Kini pihak Amnesty International mengeluarkan laporan yang menunjukkan bahwa ada kemungkinan besar pasukan Eritrea melakukan pembantaian terhadap warga Tigray. Pembantaian itu terjadi di kota Axum, sebuah kota sakral yang berjarak sekitar 187 kilometer utara ibukota Mekele.

1. Pasukan Eritrea melakukan pembunuhan dan penjarahan secara meluas

Pada tanggal 26 Februari 2021, Amnesty International, lembaga non-pemerintah yang fokus terhadap hak-hak asasi manusia, menurunkan laporan tentang keterlibatan personel militer Eritrea dalam konflik di Tigray. Lembaga tersebut mengumpulkan informasi dari setidaknya 41 orang saksi yang selamat dari kekejaman pasukan Eritrea.

Dalam laporannya, Amnesty International menyebut terjadi pembantaian pada tanggal 28-30 November 2020. Pembantaian terjadi di kota Axum di wilayah Tigray. Pasukan Eritrea membunuh ratusan warga sipil tak bersenjata secara sistematis.

Pasukan Eritrea melakukan penggerebekan ke rumah-rumah penduduk Tigray di Axum dan melepaskan tembakan di jalanan. Selain itu, mereka juga melakukan penjarahan secara meluas, melakukan eksekusi di luar hukum dan melepaskan tembakan tanpa pandang bulu.

Deprose Muchena, direktur Amnesty International untuk Afrika Timur dan Selatan mengatakan, "Buktinya sangat meyakinkan dan menunjukkan kesimpulan yang mengerikan. Pasukan Ethiopia dan Eritrea melakukan berbagai kejahatan perang untuk menguasai Axum," jelasnya.

2. Para saksi memperkuat dugaan keterlibatan pasukan Eritrea

Amnesty International: Pasukan Militer Eritrea Serang Warga TigraySekitar 40 ribu rakyat Ethiopia mengungsi ke Sudan karena konflik. (twitter.com/Filippo Grandi)

Hingga saat ini, tidak ada jumlah pasti yang bisa dilaporkan mengenai korban pembantaian tersebut. Namun dari keterangan para saksi yang berhasil selamat, banyak mayat bergelimpangan di jalanan. Penembakan yang dilakukan oleh pasukan Eritrea dimulai pada pukul 4 sore pada tanggal 28 November.

Keesokan harinya pada tanggal 29 dan 30 November, ketika orang-orang Tigray berusaha untuk memindahkan mayat dari jalanan, mereka juga jadi sasaran penembakan. Melansir dari laman Al Jazeera, aksi kekejaman itu telah dimulai sebelumnya, yakni pada tanggal 19 November, di mana pasukan Eritrea mulai terlihat memasuki Axum.

Dalam keterangan para saksi, mereka mengidentifikasi pelaku adalah tentara Eritrea dan sering diangkut dengan kendaraan dengan plat nomor Eritrea. Penduduk Tigray juga mengidentifikasi tiga bekas luka dekat mata yang biasa jadi ciri Bani Amer, sebuah etnis yang hanya ada di Sudan dan Eritrea.

Mereka para saksi yang diwawancarai oleh Amnesty International memberikan pengakuan bahwa para pasukan menggunakan bahasa dengan dialek Tigrinya yang berbeda dengan yang digunakan oleh orang Tigray.

Meski begitu, para pejabat tinggi dari kedua belah pihak, terus memberikan penyangkalan. Mereka menolak semua tuduhan yang diarahkan kepada mereka. Ethiopia dan Eritrea menyangkal kehadiran pasukan Eritrea di Tigray.

Baca Juga: AS Minta Pasukan Eritrea Segera Tinggalkan Tigray

3. Desakan agar dilakukan penyelidikan internasional PBB

Amnesty International: Pasukan Militer Eritrea Serang Warga TigrayBendera PBB. (Wikimedia.org/Denelson93)

Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia menanggapi laporan yang diturunkan oleh Amnesty International. Kepala komisi tersebut, Daniel Bekele, mengatakan bahwa temuan Amnesty "harus ditanggapi dengan sangat serius."

Pejabat pemerintah Ethiopia sendiri juga mengakui bahwa Komisi Hak Asasi Manusia tengah melakukan penyelidikan "insiden yang terjadi di Axum." Melansir dari laman Associated Press, Amnesty menyerukan desakan agar ada penyelidikan internasional yang dilakukan oleh PBB. Selain itu, seruan juga ditujukan pada pemerintah Ethiopia untuk membuka akses penuh ke Tigray agar para aktivis HAM, jurnalis dan pekerja kemanusiaan bisa masuk ke wilayah tersebut.

Selama operasi militer dilakukan oleh ENDF, sebagian besar wilayah Tigray tertutup bagi orang luar. Bahkan jaringan internet dan telepon juga padam sehingga tindakan verifikasi  media internasional dari informasi yang berkembang tidak bisa dilakukan. Insiden yang terjadi di Axum, yang dicurigai sebagai tempat pasukan Eritrea melakukan pembantaian, juga sulit untuk diverifikasi.

Namun Associated Press melakukan penelusuran dan mendapatkan informasi dari seorang diaken atau pelayan salah satu gereja di Axum. Menurut pengakuan diaken yang membantu penguburan para korban, dia yakin sekitar 800 orang tewas selama akhir November tersebut. Sebuah citra satelit terbaru juga menunjukkan ada dugaan pemakaman massal di samping gereja.

Baca Juga: Adanya Propaganda Berlebihan di Konflik Tigray di Ethiopia

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya